Tulisan di bawah ini adalah bagian dari Liputan Khusus "Teladan Para Mantan Gubernur DKI Jakarta". Simak kisah-kisah menarik mantan gubernur lainnya dalam tautan berikut ini.
JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 1966, Ali Sadikin bingung, mengapa dirinya dipilih Presiden Soekarno untuk menjadi gubernur Jakarta.
Ali dilantik Soekarno pada 28 April 1966. Usai dilantik, Ali mendapat jawaban alasan Soekarno memilihnya.
Rupanya, salah satu alasan Soekarno memilih Ali sebagai gubernur Jakarta karena ia memiliki watak yang keras. Menurut Soekarno, watak Ali ditakuti orang lain.
“Kata Bung Karno, ‘Ada sesuatu yang ditakuti dari Ali Sadikin. Ali Sadikin itu orang yang keras. Saya kira dalam hal mengurus kota Jakarta Raya ini, baik juga een beetje koppigheid (sedikit keras kepala),” kata Ali menirukan Soekarno dalam buku “Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977” karya Ramadhan KH.
Soekarno berujar, kata Ali, banyak orang yang membuang sampah di pinggir jalan di Jakarta. Karena itu, persoalan Jakarta perlu dihadapi oleh orang yang sedikit keras.
Saat pidato pelantikan Ali, Soekarno juga menyatakan bahwa Ali akan menghadapi banyak kesulitan. Soekarno tidak suka melihat sampah, selokan yang buntu, dan melihat kejorokan.
Baca juga: Ali Sadikin dan Kontroversi Lokalisasi Kramat Tunggak
Selain watak yang keras, Ali juga dipilih karena mengerti urusan laut dan pelabuhan. Sebab, Ali adalah seorang mayor jenderal angkatan laut Korps Komando Operasi (KKO/sekarang Marinir).
Selain itu, Ali dinilai Soekarno mampu menghadapi dan meladeni diplomat-diplomat yang berkumpul di Jakarta. Soekarno juga menilai istri Ali, Nani, bisa membantu suaminya meladeni diplomat-diplomat itu.
“Beliau (Soekarno) melanjutkan, ‘Saya harap engkau akan bisa menanggulangi segala problem (masalah) daripada kota besar Jakarta Raya ini’,” kata Ali.
Baca juga: Henk Ngantung, Gubernur DKI Etnis Tionghoa Pertama yang Kemudian Menderita karena Dicap PKI
Dalam buku itu, Ali bercerita, pertanyaan ‘mengapa Soekarno memilih saya’ yang terngiang terus di kepalanya juga dijawab menteri era Soekarno, Johannes Leimena.
Leimena bercerita kepada Ali, sebelum memanggil Ali, Soekarno sudah menolak tiga tokoh jenderal yang diusulkan menjadi gubernur Jakarta. Soekarno berkata kepada Leimena, “Saya perlukan orang yang keras, yang tegas, yang berani.” Leimena pun menyebut nama Ali Sadikin dan menyatakan Ali keras kepala atau koppig (keras kepala).
“Nyatanya, Bung Karno setuju saja dengan seseorang yang dinilai koppig itu,” tutur Ali.
Dalam Buku “Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977”, Ali menyatakan lalu lintas di Jakarta brengsek. Alasannya, ia menilai para pengendara tak mengenal sopan santun lalu lintas dan melanggar disiplin berlalu lintas.
Suatu masa ketika Ali menjabat sebagai gubernur Jakarta, Ali sedang dalam perjalanan dan melihat sebuah truk seenaknya meluncur di tengah jalan, tanpa menghiraukan mobil-mobil di belakangnya.
Ali memerintahkan sopirnya membunyikan klakson dan mengejar truk itu. Setelah kejar-kejaran, truk itu berhenti.
Dia menanyakan pemilik sopir truk dan meminta sopir memperlihatkan surat-surat yang dia punya. Sopir itu merasa tidak bersalah saat ditanya Ali.
Baca juga: Menghidupkan Kembali Warisan Gubernur Ali Sadikin
“Tanpa berkata apa-apa lagi, saya hempaskan tangan saya dan telapak tangan saya menimpa pipinya,” kata Ali.
Ali bertanya kepada sopir itu soal boleh atau tidaknya angkutan membawa muatan berat melaju di tengah jalan.
“Sebelum sopir menjawab, melayang lagi tamparan saya yang kedua kalinya,” ucap Ali.
Dalam berita Harian Kompas yang terbit pada 19 Mei 2007, Ali Sadikin disebut tegas dalam bertindak. Ali kerap mengabaikan kontroversi publik yang dipicu berbagai kebijakan dan keputusan yang diambil, seperti pengembangan dunia hiburan malam, lokalisasi perempuan pekerja seks komersial di Kramat Tunggak, hingga mengizinkan perjudian yang hasil pajaknya bisa ikut dimanfaatkan untuk membangun kota.
Di balik kontroversi itu, Ali bisa dibilang sebagai gubernur paling sukses dan paling besar jasanya dalam menjadikan Jakarta sebagai ibu kota negara yang modern.
Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, dan Kota Satelit Pluit merupakan sebagian dari hasil karya Bang Ali.
Baca juga: 4 Kebijakan Kontroversial Gubernur Ali Sadikin
Ia juga berhasil memperbaiki fasilitas transportasi umum dengan mengadakan banyak bus kota, menata trayek angkutan umum, dan membangun ribuan haltenya.
Di bidang kebudayaan dan pariwisata, Bang Ali menggagas tradisi penyelenggaraan pesta rakyat tahunan dalam rangka menyambut hari jadi kota Jakarta setiap 22 Juni.
Ia pun merevitalisasi Pasar Gambir, pasar malam tahunan yang pernah jadi tradisi di zaman kolonial, yang sebutannya diganti jadi Jakarta Fair. Pemilihan Abang dan None Jakarta juga merupakan tradisi yang untuk pertama kali dimulai pada zaman Ali.
Selain itu, Ali juga selalu berusaha melestarikan berbagai tradisi Betawi, seperti penganan (kue) kerak telor serta kesenian ondel-ondel, lenong, dan topeng betawi. Cagar budaya Betawi di Condet, Jakarta Timur, juga merupakan warisan Ali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.