Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok Ali Sadikin, Disebut Gubernur Maksiat karena Legalkan Judi

Kompas.com - 27/10/2019, 12:45 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

Tulisan di bawah ini adalah bagian dari Liputan Khusus "Teladan Para Mantan Gubernur DKI Jakarta". Simak kisah-kisah menarik mantan gubernur lainnya dalam tautan berikut ini.

JAKARTA, KOMPAS.com – Ali Sadikin adalah Gubernur DKI periode 1966-1977 yang menorehkan jasa menjadikan Jakarta sebagai ibu kota negara modern. Berbagai proyek pembangunan yang digagasnya tak lepas dari kebijakan yang menuai kontroversi.

Salah satu kebijakan itu adalah menerapkan pajak judi. Kebijakan ini bermula ketika Bang Ali, sapaan akrabnya. memikirkan perjudian liar di Jakarta. Kala itu, dia menanyakan aturan pajak judi kepada ahli hukum bernama Djumadjitin.

Dari Djumadjitin, Ali mengetahui bahwa pemerintah daerah memungkinkan untuk memungut pajak atas izin perjudian berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1957. Ali pun merasa punya kekuatan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

“Saya akan menertibkan perjudian itu. Dari judi, saya akan pungut pajak,” kata Ali dalam buku “Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977” karya Ramadhan KH.

Baca juga: Mengenal Ali Sadikin, Gubernur Jakarta Berwatak Keras yang Pernah Tampar Sopir Truk

Ali dan Djumadjitin pun berdiskusi untuk merealisasikan pajak judi. Dari diskusi itu, Ali mengetahui, dua pemimpin Jakarta pendahulunya juga pernah memikirkan perjudian.

Wali Kota Sudiro (jabatan setingkat Gubernur) pernah berkeinginan mengadakan kasino di Pulau Edam, Teluk Jakarta, tapi partai-partai agama gigih menolaknya. Gubernur Soemarno Sosroatmodjo juga pernah berencana mengadakan judi lotto, namun kala itu dia ragu.

Ali Sadikin kemudian berhasil menggolkannya. Ia mengesahkan judi lotto sampai hwa-hwe.

Ali mengakui, kebijakannya menerapkan pajak judi banyak ditentang. Ia juga mengakui, judi itu haram dan tidak dibenarkan oleh agama apa pun.

Baca juga: Sutiyoso, Gubernur yang Mewujudkan Transjakarta

“Tetapi, judi ini saya atur hanya untuk kalangan tertentu. Saya pikir, untuk apa mereka menghambur-hamburkan uang di Makau, lebih baik untuk pembangunan Jakarta saja,” ujarnya.

Ali menjelaskan, pajak judi digunakan untuk kepentingan rakyat Jakarta. Dengan uang itu, kata Ali, Pemerintah DKI bisa membangun gedung-gedung sekolah dasar, perbaikan dan pemeliharaan jalan, pembangunan fasilitas perkotaan, dan lainnya.

Dalam berita Harian Kompas yang terbit pada 23 November 1967, penghasilan dari pajak lotto pada saat itu mencapai Rp 600 juta dalam waktu satu tahun. Angka itu melebihi sumber penghasilan lainnya.

Disebut gubernur judi dan maksiat

Orang-orang yang tidak menyukai kebijakan pajak judi menyebut Ali dengan julukan gubernur judi dan gubernur maksiat. Istri Ali, Nani, ikut terkena getahnya sampai-sampai disebut sebagai “Madam Hwa-Hwe”.

Baca juga: Ali Sadikin dan Kontroversi Lokalisasi Kramat Tunggak 

“Orang yang tidak suka pada kebijaksanaan saya itu menyebut saya ‘Gubernur Judi’ atau malahan ‘Gubernur Maksiat’,” tutur Ali.

Ali menyadari hal itu sebagai risiko atas kebijakan yang ia terapkan.

Lotto untuk bangun sekolah

Ali pun menggunakan pajak judi untuk membangun sekolah. Pendidikan yang tak memadai di Jakarta telah mengganggu pikiran Ali Sadikin sejak hari pertama ia diangkat sebagai gubernur. Ia melihat anak-anak berkeliaran tak menentu.

Mereka berbondong-bondong ada di jalanan pada pagi hingga malam. Mereka tak tertampung oleh sekolah yang ada.

Baca juga: Kontroversi Pajak Judi di Jakarta dan Ali Sadikin yang Gusar...

Di dekat Hotel Indonesia, Ali melihat sekolah yang tak patut lagi. Bagunannya tua dan kotor. Rupanya, satu bangunan itu dipakai oleh lima sekolah, digunakan sejak pagi hingga malam. Tiap kelas digunakan oleh murid-murid melebihi batas semestinya.

Kondisi itu membuat Ali gusar. Ia ingin segera mengatasi masalah itu. Caranya tentu dengan mendirikan gedung-gedung sekolah baru, di samping memperbaiki bangunan-bangunan yang rusak.

“Tolol kalau saya membiarkan anak-anak yang masih patut sekolah dibiarkan keluyuran. Sebab itu saya mencari duit. Uang (pajak judi) Lotto Jaya yang dimulai sejak April 1967 sudah saya pakai untuk mengatasi soal pendidikan,” kata Ali.

Ia ingat, uang terkumpul saat itu Rp 2 juta, yang besar nilainya saat itu. Hingga akhirnya, Ali memakai uang itu untuk membangun lima gedung sekolah dasar. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Megapolitan
Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Megapolitan
DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com