Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Henk Ngantung, Desainer Tugu Selamat Datang di Bundaran HI yang Jadi Gubernur

Kompas.com - 28/10/2019, 12:27 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

Setelah tuntas, lukisan diboyong Bung Karno ke rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur 56, untuk dipajang di beranda rumah. Konon, Bung Karno begitu gandrung terhadap lukisan itu lantaran temanya orang memanah.

Kedekatan Soekarno dan Henk dalam urusan itu pun terus berkelindan.

Setelah “menugasi” Henk melukis sketsa Tugu Selamat Datang, Soekarno pun menunjuk Henk mendesain Monumen Pembebasan Irian Barat yang kini berdiri di tengah-tengah Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.

Selepas sketsanya rampung, Soekarno memilih pematung Edhi Sunarso (1932- 2016) untuk membuatnya nyata. Orang yang sama juga ditugasi Soekarno mendirikan Tugu Selamat Datang hasil sketsa Henk Ngantung.

Akan tetapi, pamor Henk sebagai seniman sekaligus birokrat itu pudar seiring stigmatisasi politik Orde Baru yang menjerumuskan orang-orang dekat Soekarno.

Henk yang tak sampai 1 tahun menempati tampuk kepemimpinan Ibu Kota (Agustus 1964 – Juli 1965), dicopot dari jabatannya oleh rezim Orde Baru dengan cap “pengikut PKI (Partai Komunis Indonesia)”.

Baca juga: Keluarga Mantan Gubernur DKI Henk Ngantung Ucapkan Terima Kasih kepada Ahok

Karier politik Henk pun buyar akibat cap yang ditorehkan rezim Soeharto secara serampangan – tanpa pengadilan – itu.

Istri Henk, Hetty Evelyn Ngantung Mamesah, mengenang bagaimana karier suaminya runtuh pada medio 1965, era ketika rezim Orde Baru membantai ratusan ribu hingga jutaan warga yang dituduh komunis.

“Pagi-pagi di depan rumah kami di Tanah Abang II banyak RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) sedang mengepung tangsi Tjakrabirawa. Kami tidak tahu apa yang terjadi. Kehidupan kami selanjutnya menjadi susah hingga harus jual rumah,” kata Evelyn (harian Kompas edisi 9 Juni 2006).

Hidup dari melukis

Tragedi kehidupan Henk dan istri mulai terjadi pada sekitar Gerakan 30 September (G30S) 1965. Peristiwa tadi juga yang memaksa Henk dan Evelyn menjual rumah mereka di kawasan cukup elite, Jalan Tanah Abang II, Jakarta.

“Kami jual rumah itu karena tidak punya uang lagi. Kan sejak Pak Henk dicopot sebagai gubernur tahun 1965, Pak Henk tidak diberi pensiun. Sampai akhirnya tahun 1980, baru diberi uang pensiun oleh pemerintah,” tutur Evelyn (Kompas edisi 14 Oktober 2012).

Lantas, uang hasil penjualan rumah di Jalan Tanah Abang II itu digunakan untuk membeli rumah di permukiman padat penduduk di pinggir Jalan Dewi Sartika seharga Rp 5,5 juta.

Baca juga: Sosok Ali Sadikin, Disebut Gubernur Maksiat karena Legalkan Judi

Hidup tanpa uang pensiun sejak kepindahannya ke Dewi Sartika, Henk kembali menekuni kanvas. Uang hasil penjualan lukisannya digunakan untuk menghidupi keluarga.

Henk menghabiskan waktunya hari demi hari dengan melukis di ruang tamu dan tengah. Ia hanya sendiri di ruangan itu karena tak mau diganggu saat melukis.

Kesetiaan Henk melukis terus berlanjut meski ia digerogoti penyakit jantung dan glaukoma yang membuat mata kanannya buta dan mata kirinya hanya berfungsi 30 persen.

Sebulan sebelum tutup usia, ketika Henk dalam keadaan dirisak penyakit, ia menggelar pameran lukisan pamungkasnya. Pameran itu disponsori pengusaha Ciputra.

“Lukisan ‘Ibu dan Anak’ karya terakhir Henk. Dia melukis dengan darah, keringat, dan air mata karena nyaris buta sehingga wajahnya nyaris menempel di kanvas saat bekerja. Dia gusar karena keadaan fisiknya,” kenang Evelyn.

Henk tutup usia pada 12 Desember 1991. Ia dimakamkan di TPU Menteng Pulo, Jakarta Selatan.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com