JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilihan pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan agenda tahunan yang biasa digelar sekolah.
OSIS bisa dibilang merupakan organisasi pertama yang mengajarkan para siswa untuk belajar mengorganisir anggota, wadah kreatif siswa bahkan hingga berpolitik.
Proses pemilihan umum para pengurus Osis juga merupakan bagian dari politik dan demokrasi.
Lazimnya Pemilu di Indonesia, pemilih akan memberikan suara melalui proses pencoblosan surat suara di dalam bilik, memasukan kertas suara ke dalam kotak suara hingga mencelupkan jari ke tinta biru.
Namun, tidak dengan Sekolah SMA dan SMK Budhi Warman 2, Jakarta Timur.
Sekolah yang berlokasi di Pekayon, Jakarta Timur ini sudah tidak menerapkan sistem pemilihan manual.
Hal itu terlihat ketika pemilihan kepengurusan OSIS pada Senin (28/10/2019).
Tidak ada kertas dan paku di bilik suara yang disediakan pihak penyelenggara pemilu. Hanya ada laptop di balik bilik.
Sekolah ini memberlakukan pemilihan pengurus Osis melalui sistem e-voting menggunankan smart card.
Yogi Adi Nugroho, guru bidang komputer adalah pencetus ide sistem pemilihan e-voting menggunankan smart card di sekolah tersebut.
Bagaimana cara kerja sistem e-voting ini?
Mulanya, pihak penyelenggara pemilu menyediakan 10 smart card. Kartu tersebut akan diberikan kepada masing-masing siswa yang akan memilih.
Namun, kartu ini masih dalam kondisi kosong, atau tidak berisi data pemilih.
Masing-masing siswa akan dipanggil oleh penyelenggara pemilu untuk melakukan pemilihan. Sebelum masuk ke bilik, panitia akan mengisi smart card dengan data pemilih menggunakan mesin taping kartu.
Setelah kartu terisi data pemilih, siswa akan diarahkan ke bilik suara. Masing-masing bilik suara sudah disediakan laptop beserta mesin taping kartu.