Tulisan di bawah ini adalah bagian dari Liputan Khusus "Teladan Para Mantan Gubernur DKI Jakarta". Simak kisah-kisah menarik mantan gubernur lainnya dalam tautan berikut ini.
JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagian orang mungkin menganggap penggusuran merupakan ciri khas Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Maklum, saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Ahok banyak menggusur permukiman. Beberapa di antaranya merupakan permukiman ilegal.
Pada masa Ahok, Kampung Pulo digusur untuk normalisasi Kali Ciliwung, lokalisasi Kalijodo digusur untuk membangun ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA). Selain itu masih ada penggusuran di Pasar Ikan, Kampung Luar Batang, hingga Kampung Akuarium.
Kebanyakan warga yang menjadi korban menolak penggusuran itu beralasan pemerintah tak memberikan ganti rugi. Namun, penggusuran tetap dijalankan.
Baca juga: Gugatan ke Ahok soal Penggusuran: PT DKI Jakarta Kuatkan Putusan PN Jakpus
Beberapa kali penggusuran berujung ricuh, seperti di Kampung Pulo dan Pasar Ikan. Polisi bahkan menembakkan gas air mata. Penggusuran era Ahok pun menuai kontroversi.
Sebelum Ahok, sudah ada gubernur Jakarta yang juga melakukan penggusuran. Salah satunya Wiyogo Atmodarminto yang memimpin Jakarta pada 1987-1992.
Harian Kompas edisi 29 Desember 1991 mewartakan, Wiyogo menjadi sorotan salah satunya karena penggusuran yang membuat berang banyak orang dan menyebabkan menteri dalam negeri kala itu berniat memanggilnya.
Pria yang akrab disapa Bang Wi itu diwartakan berulang kali melakukan penggusuran. Mantan Pangkostrad berpangkat letnan jenderal tersebut menggusur apa pun yang menghambat pembangunan Jakarta.
Proyek pembangunan jalan tembus Jalan Rasuna Said-Jalan Saharjo sepanjang 1,6 kilometer contohnya. Proyek era Bang Wi itu menggusur 276 pemilik tanah dan bangunan.
Saat itu, Pemprov DKI Jakarta membayar ganti rugi berdasarkan Surat Gubernur DKI Nomor 2351 Tahun 1987. Harga ganti rugi berdasarkan taksasi itu bervariasi dari Rp 40.000 sampai Rp 225.000 per meter persegi, tergantung status dan lokasi tanah, belum termasuk bangunan dan benda di atasnya.
Dari 276 warga yang terkena proyek, ada tiga rumah yang belum digusur. Alasannya, pemilik rumah belum mengambil ganti rugi karena menuntut harga yang lebih besar.
Meski demikian, Wiyogo tetap meresmikan jalan tersebut dengan nama Jalan Casablanca pada akhir Mei 1991.
Kompas terbitan 22 Oktober 1991 melaporkan, tiga rumah itu akhirnya dibongkar paksa pada 21 Oktober 1991 meskipun pemiliknya belum menerima ganti rugi. Dua rumah dilaporkan berdiri di atas tanah negara.
Pembongkaran dilakukan karena Pemerintah Jakarta telah "habis kesabaran" dan menganggap ketiga pemilik bangunan tersebut menghambat pembangunan.
Laporan Kompas pada 5 November 1991, buldoser Pemda DKI kembali merontokkan bangunan rumah warga yang dianggap menghambat pembangunan.
Pembongkaran paksa dilakukan di jalan tembus Jalan Dr Sahardjo-Kampung Melayu di Kelurahan Manggarai Selatan, Jakarta Selatan.
Proyek sepanjang 5,6 kilometer itu menggusur 1.215 kepala keluarga (KK).
Saat itu tidak seluruh warga bersedia mengambil ganti rugi yang ditetapkan dari Rp 50.000 sampai Rp 280.000, tergantung lokasi dan kategorinya, tidak termasuk harga bangunan dan benda di atasnya. Pemilik tanah merasa harga itu ditetapkan sepihak dan tidak sesuai dengan harga yang berlaku saat itu.
Wiyogo juga pernah memerintahkan aparat kelurahan untuk tidak takut menertibkan bangunan liar di lahan yang diserobot pihak tertentu, khususnya di tanah negara.
"Bongkar saja, tak perlu ragu berbuat yang benar, syukur kalau bangunan-bangunan itu baru mulai didirikan," ujar mantan Duta Besar RI untuk Jepang itu (Kompas, 5 Desember 1987).
Baca juga: 3 Tahun Penggusuran Warga Kampung Akuarium dan Harapan Tinggal di Rumah Permanen...
Saat itu, Wiyogo menyatakan akan menyelesaikan persoalan penyerobotan lahan negara.
"Biasanya penyerobot lahan itu ada backing-nya. Kalau ini sampai terjadi, laporkan segera ke atasan langsung seperti camat dan wali kota. Kalau wali kota juga tak mampu, laporkan segera kepada saya, entah jenderal siapa pun di belakangnya. Saya akan menyelesaikan persoalannya," kata Bang Wi.
Wiyogo juga acap kali memerintahkan aparat Pemda DKI menggusur bangunan-bangunan yang menyalahi aturan.
Kompas edisi 9 Desember 1987 melaporkan, bangunan tambahan di depan Blok B Pasar Induk Tekstil Tanah Abang diratakan petugas Pengawasan Pembangunan Kota Jakarta Pusat. Bangunan-bangunan itu digusur karena berdiri tanpa izin mendirikan bangunan (IMB).
Pembongkaran bangunan merupakan realisasi Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto Nomor 2230 tanggal 18 November 1987 tentang Penyelesaian Masalah Pasar Tanah Abang.
Pengacara para pedagang, yang mengaku sudah membeli kios di bangunan yang dibongkar, menghalang-halangi petugas yang akan menggusur bangunan itu.
Suasana tegang dan ramai pun mendahului peristiwa itu dan nyaris mengakibatkan pembongkaran gagal total. Sejumlah petugas keamanan dari Kodim Jakarta Pusat dan Polres Jakarta Pusat terpaksa dikerahkan sehingga pelaksanaan pembongkaran akhirnya berjalan mulus.
Selain Blok B, bangunan tambahan di depan Blok A Pasar Induk Tekstil Tanah Abang juga harus dibongkar dengan alasan sama.
Pemda DKI di bawah kepemimpinan Wiyogo juga membongkar gedung Pasar Pulogadung yang sedang dibangun berlantai dua karena menyalahi aturan.
Kompas juga berulang kali memberitakan rencana pembongkaran sebagian bangunan perluasan Hotel Interhouse di Melawai, Jakarta Selatan, karena menyalahi aturan IMB.
Pembongkaran itu mulai direalisasikan pada Juni 1988 (Kompas, 30 Maret 1989).
Berikutnya, Wiyogo memerintahkan pemilik SPBU di Mampang Prapatan untuk membongkar sendiri bangunannya (Kompas, 2 Februari 1989).
Wiyogo juga memerintahkan aparatnya untuk membongkar 21 bangunan yang didirikan PT MII di Pulau Macan, Kepulauan Seribu, karena adanya pelanggaran (Kompas, 28 Desember 1989).
Ia juga memerintahkan aparatnya, kali ini untuk membongkar Hotel Sofyan di Jalan Cut Mutia, Jakarta Pusat, karena bengunan itu dibangun tanpa mematuhi IMB. Sebelum dibongkar paksa, pemilik Hotel Sofyan membongkar sendiri bangunannya (Kompas, 5 Juni 1991).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.