Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiyogo Atmodarminto, Gubernur yang Memvonis Mati Becak di Ibu Kota

Kompas.com - 29/10/2019, 10:19 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi


Tulisan di bawah ini adalah bagian dari Liputan Khusus "Teladan Para Mantan Gubernur DKI Jakarta". Simak kisah-kisah menarik mantan gubernur lainnya dalam tautan berikut ini.

JAKARTA, KOMPAS.com – Bicara pelarangan becak mesti menyeret-nyeret nama Wiyogo Atmodarminto saat menjadi Gubernur DKI Jakarta (1987-1992). Letnan Jenderal yang pernah jadi Pangkostrad (1978-1981) itu punya alasan sendiri soal keputusannya melarang operasional becak.

Secara umum, Wiyogo menilai bahwa kendaraan roda tiga bebas polusi dan bertenaga manusia itu tidak selaras dengan visinya membangun Jakarta: BMW (bersih, manusiawi, berwibawa).

Becak dituduh biang kerok kemacetan. Wiyogo juga menganggap becak sebagai kendaraan yang menandakan “pengisapan manusia atas manusia lainnya” (Harian Kompas, 13 Juni 2018).

Istilah itu merupakan terjemahan atas “exploitation de l’homme par l’homme”, yang kerap disitir para pemikir, termasuk Soekarno.

Baca juga: Gubernur Wiyogo Atmodarminto Menggusur yang Menghambat Pembangunan

Keberadaan becak di Jakarta memang selalu dipinggirkan. Mulanya, becak semata tidak diakui sebagai kendaraan umum dalam Perda tentang Pola Dasar dan Rencana Induk Jakarta 1965-1985 yang disahkan DPRD-GR pada 1967.

Namun, jumlah becak terus meningkat. Gubernur Ali Sadikin kemudian melarang produksi dan distribusi becak ke Jakarta.

Tahun 1970, mengutip artikel Kompas.com pada 15 Januari 2018, jumlah becak telah mencapai 150.000 unit dengan 300.000 pengemudi.

Penggembosan operasional becak terus bergulir dengan terbitnya beberapa peraturan daerah yang “mendelegitimasi” becak sebagai angkutan umum. Ketika menjabat pun, Wiyogo sempat tampak lunak dalam upaya menekan angka becak di Jakarta.

Baca juga: Ahok: Yang Protes Becak Dilarang, Marah Aja ke Kuburan Pak Wiyogo

Dalam instruksinya bernomor 201 tahun 1988, Wiyogo “hanya” memerintahkan para pejabat di lima wilayah kota untuk melakukan penyuluhan terhadap pera pengusaha dan pengemudi becak dalam rangka penertiban becak di jalan.

Namun, dua tahun berselang, tanpa toleransi, Wiyogo memutuskan bahwa becak mesti hilang peredarannya dari bumi Jakarta. Dua puluh tahun tarik-ulur soal keberadaan becak di Jakarta dianggap sudah cukup sebagai “tenggang rasa” pemerintah.

“Vonis mati” itu merupakan amanat Perda Nomor 11 Tahun 1988 yang ia teken dua tahun sebelumnya. Becak resmi jadi angkutan terlarang pada 31 Desember 1990. Anak-anak Jakarta yang lahir era kiwari mungkin bakal menganggap perjumpaan dengan becak sebagai momen langka.

Pemerintah kemudian mengangkuti becak-becak yang dianggap bangkai itu setelah Wiyogo menjatuhkan vonis matinya pada pengujung Desember 1990.

Pemerintah lantas membuang bangkai-bangkai becak tadi ke Teluk Jakarta sebagai rumpon – semacam rumah ikan. Harian Kompas mencatat, jumlah becak yang disulap jadi rumpon itu tak kurang dari 80.000 unit.

Pangkalan Becak Pekojan di belakang Pasar Pejagalan Jaya, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat pada Selasa (9/10/2018).KOMPAS.com/ RIMA WAHYUNINGRUM Pangkalan Becak Pekojan di belakang Pasar Pejagalan Jaya, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat pada Selasa (9/10/2018).

Konsistensi berbuntut panjang

Wiyogo yang menganggap becak sebagai simbol pengisapan sesama manusia berharap, para pengayuh becak bisa beralih pekerjaan sebagai, misalnya, sopir angkot. Pemerintah pun berharap bahwa mereka bisa memiliki keahlian lain ketika tak lagi bekerja sebagai penarik becak.

Kenyataan tidak semudah itu. Pelarangan becak menimbulkan rentetan ekses yang kemudian jadi polemik dalam masa pemerintahan Wiyogo dan rezim-rezim setelahnya.

Mulanya, sejalan dengan pelarangan becak saat itu, bajaj-bajaj akan diarahkan menjadi pengganti sebagai angkutan permukiman. Pun bemo dan mikrolet.

Baca juga: Henk Ngantung, Desainer Tugu Selamat Datang di Bundaran HI yang Jadi Gubernur

Selama masa persiapannya, mengutip Harian Kompas edisi 19 Januari 1990, Wiyogo memberi keleluasaan sementara bagi ojek-ojek beroperasi di lingkungan permukiman.

Akan tetapi, pelarangan becak rupanya jadi buah simalakama. Masalah tak begitu saja tumpas. Pemenuhan angkutan umum di permukiman yang tak kunjung dibereskan pemda, mendorong masyarakat berinovasi guna memenuhi kebutuhan angkutan umum harian mereka.

Setelah ribuan ojek liar meluber di mulut-mulut jalan permukiman, belakangan pun muncul anglingdarma: angkutan lingkungan dari masyarakat (Harian Kompas, 11 November 1991).

Baca juga: Henk Ngantung, Gubernur DKI Etnis Tionghoa Pertama yang Kemudian Menderita karena Dicap PKI

Kendaraan yang mirip mobet berwarna kuning itu dengan mudah bisa ditemui berlalu-lalang di jalan-jalan Jakarta, antara lain di kawasan Sunter, Kelapa Gading, atau Cempaka Putih

Isu soal anglingdarma pun kian hangat setelah 116 pengemudi dan pemiliknya mengadu ke DPR RI, medio November 1991. Kendaraan mereka dianggap tak memenuhi syarat SK Gubernur DKI Jakarta No D/IV/d.1/II/73 tentang Persyaratan Pokok Angkutan Jenis Keempat di DKI.

Ditambah lagi, Pemda DKI di bawah kepemimpinan Letnan Jenderal Wiyogo dikabarkan melakukan penertiban paksa anglingdarma dari rumah ke rumah.

Harian Kompas mewartakan pada 5 Desember 1991, Anggota Komisi II Harun Amin (F-PP) di hadapan sekitar 500 pengadu, menyesalkan sikap aparat Pemda DKI yang memberangus hasil kreativitas warga.

Padahal, di saat yang sama, Pemda DKI di bawah kepemimpinan Wiyogo belum sanggup menjawab kebutuhan angkutan permukiman.

"Mestinya mereka melakukan pembinaan. Tidak sewenang- wenang begitu," ujar Harun.

Sementara itu Wiyogo Atmodarminto kembali menegaskan pihaknya akan terus melakukan penghapusan angkutan sejenis mobet itu. Dia mencoba konsisten.

"Operasi terus dilanjutkan," ujar Plh Biro Humas DKI Abdul Munir mengutip Wiyogo.

Tak lama setelah polemik tersebut, 7,095 kendaraan pengganti becak siap mengaspal di Ibu Kota, terutama jalan-jalan lingkungan permukiman. Kendaraan pengganti becak itu terdiri dari bemo 1.270 unit, mikrolet 1.300 unit, angkutan pinggir kota (APK) 1.900 unit, bajaj 2.500 unit dan toyoko 125 unit (Harian Kompas, 28 Desember 1991).

Mural interaktif yang memaduki instalasi becak dan lukisan penarik becak di Kampung Sketsa Tematik, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (31/7/2018).KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Mural interaktif yang memaduki instalasi becak dan lukisan penarik becak di Kampung Sketsa Tematik, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (31/7/2018).

Jadi dasar gubernur lain

Keputusan Wiyogo belum tentu benar, pun belum tentu keliru. Layaknya keputusan mana pun di muka bumi, pro dan kontra selalu mengiringi. Namun, sulit dibantah, keputusan Wiyogo melarang becak ini menjadi semacam landasan atau tonggak bagi gubernur-gubernur DKI berikutnya yang sepaham dengannya: becak angkutan terlarang.

Buktinya, Perda Nomor 11 Tahun 1988 yang melarang becak senantiasa jadi acuan gubernur DKI mana pun untuk menerapkan hal yang sama. Perda tersebut selalu jadi barang yang dipersoalkan saban kali isu soal pelarangan becak menyeruak lagi.

Pengecualian terjadi waktu Indonesia diterpa resesi ekonomi tahun 1998. Gubernur Sutiyoso sempat memberi kelonggaran bagi becak beroperasi di jalan-jalan sempit, hingga keadaan ekonomi pulih kembali.

Empat hari sejak izin lisan itu meluncur dari mulut Sutiyoso, ia menarik ucapannya. Becak kembali dilarang, namun sudah 1.500 unit becak masuk ke Jakarta dalam kurun waktu itu.

Aksi unjuk rasa melibatkan para pengayuh becak pun datang bertubi-tubi. Hampir semuanya bertujuan agar Perda “vonis mati becak” bikinan Wiyogo dicabut, supaya becak bisa kembali wara-wiri di Ibu Kota.

Kompas.com mencatat, terdapat 12 aksi gugatan, termasuk dalam rupa unjuk rasa, terhadap Perda itu selama kurun 1999-2001. Termasuk di dalamnya: gugatan hukum terhadap Sutiyoso yang didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta pada 17 Februari 2000.

Lima bulan berselang, PN Jakarta memutuskan Sutiyoso kalah. Ia mencabut Perda 11 Tahun 1988 bikinan Wiyogo, tetapi kemudian menerbitkan Perda Nomor 8 Tahun 2007. Isinya sama-sama melarang operasional becak.

Jadilah, Sutiyoso terus merazia becak dan menutup ruang beroperasi becak di Ibu Kota. Agustus 2001, anak buah Sutiyoso secara serentak “menggaruk” becak di lima wilayah kota Jakarta.

Fauzi Bowo, Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, hingga Djarot Saiful Hidayat pun idem dengan langkah Wiyogo hingga Sutiyoso: tak mengizinkan becak beroperasi di Jakarta.

Semua, lagi-lagi, berangkat dari peraturan yang diambil Wiyogo tahun 1988 dan dikukuhkan Sutiyoso lewat Perda Nomor 8 Tahun 2007.

Anies berusaha mengubah

Kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta yang saat ini dipegang Anies Baswedan berusaha mengubah vonis Wiyogo terhadap becak itu.

Anies sempat menyatakan keinginannya mengelola operasional becak di Jakarta.

Ia tak begitu sepakat dengan larangan operasional becak karena secara faktual, becak masih memegang peran penting sebagai moda transportasi di kampung-kampung Ibu Kota.

“Nanti kami atur dari pergub (Peraturan Gubernur). Jadi, mengatur yang selama ini ada. Hanya selama ini kejar-kejaran karena tidak pernah diatur, jumlahnya enggak diatur, rute mereka tidak diatur, rute dalam kampungnya itu," ucap Anies di Lapangan IRTI, Selasa (16/1/2018) silam.

Hal senada disampaikan anak buahnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputro.

"Suka tidak suka memang masih ada becak yang masih beroperasi. Sehingga Dinas Perhubungan melakukan pendataan dan pembinaan. Kami masih berusaha merevisi Perda Ketertiban Umum agar becak (listrik) bisa legal," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputro, Jumat (18/10/2019).

Kendati demikian, wacana Anies melegalkan becak terdengar membingungkan karena di bawah kepemimpinan Anies pula, Pemprov DKI hendak melarang operasional odong-odong di permukiman dengan dalih “tidak memenuhi standar spesifikasi kendaraan bermotor dan membahayakan penumpang”.

Padahal, odong-odong tak ubahnya anglingdarma zaman Wiyogo yang lahir dari kreativitas warga, merespons minimnya angkutan umum permukiman dari pemerintah daerah. Keadaan itu pula yang jadi alasan Anies hendak melegalkan kembali operasional becak.

Menariknya, harapan Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Anies dalam melarang odong-odong rupanya tak jauh berbeda dengan harapan Wiyogo ketika melarang operasional becak. Sopir-sopirnya diharapkan beralih pekerjaan jadi sopir angkutan lain atau dibekali keahlian lain.

“Jadi harus cari solusi, apakah dia jadi pengemudi bajaj atau pengemudi Jak Lingko, atau kursus-kursus, jadi pihak wali kota juga membantu nantinya didata sopir-sopirnya itu. Kan alasannya perut kan gitu," ujar Andreas Eman, Kepala Seksi Lalu Lintas DKI Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Megapolitan
Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Megapolitan
Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com