JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana anggaran DKI Jakarta untuk tahun 2020 viral di media sosial. Tepatnya terkait anggaran sebesar Rp 5 miliar untuk membayar lima influencer pada tahun depan.
Kelima influencer itu rencananya diminta membantu mempromosikan pariwisata dan kebudayaan DKI Jakarta kepada warganet yang menjadi pengikutnya (followers) di media sosial.
Mereka direkrut karena dianggap bisa menjadi panutan bagi warnaget.
Setelah viral, Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Asiantoro mengatakan, usulan anggaran dalam Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 tersebut sudah dicoret atau dibatalkan.
Berikut sejumlah fakta di balik kehebohan anggaran Rp 5 miliar tersebut:
1. Bukan hanya untuk influencer
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Edy Junaedi mengklarifikasi terkait kehebohan anggaran dalam programnya.
Ia mengatakan, anggaran Rp 5 miliar tidak hanya digunakan untuk biaya influencer.
Awal munculnya anggaran Rp 5 miliar itu untuk biaya belanja event dan biaya promosi atau iklan pariwisata dan kebudayaan DKI Jakarta.
“Bukan-bukan, saya luruskan, anggaran itu bukan satu influencer Rp 1 miliar. Di dalamnya itu ada macem-macem, ada belanja event dan biaya publikasi,” ujar Edy.
Ia mengatakan, sebenarnya kegiatan mempromosikan pariwisata DKI Jakarta sudah diterapkan pihaknya bertahun-tahun.
Biasanya, pihak Disparbud mengundang influencer untuk dibawa ke tempat wisata Jakarta.
Mereka diajak ke enam sampai tujuh event yang diselenggarakan Disparbud.
“Ini waktu itu kami namai ‘family trip’. Jadi gini kita undang influencer dari luar, biaya akomodasi kita fasilitasi, kita bawa ke tempat-tempat wisata di Jakarta, lalu mereka menulis,” kata Edy.
2. Anggaran dicoret
Meski demikian, kini kegiatan itu sudah dihapus oleh pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.
Edy menegaskan, anggaran tersebut dihapus bukan karena kehebohan di medsos, tetapi untuk efesiensi atau penghematan anggaran.
Anggaran itu sudah dihapus sejak awal Oktober 2019.
“Anggaran sudah dihapus bukan karena naik ke media terus ribut-ribut baru dihapus. Ini memang sudah dihapus dari awal Oktober,” kata Edy.
Edy mengatakan, pihaknya memang mengurangi 30 persen anggaran kegiatan. Hal itu mempertimbangkan adanya event besar di Jakarta pada 2020, yakni Formula E.
Maka, anggaran di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) difokuskan untuk event tersebut.
“Sekali lagi dihapus bukan karena media meributkan tapi karena ada Formula E. Ini (dana) kita geser semua ke Formula E. Kita pikir tidak usah gunakan influencer dari luarlah, pakai kolaborasi saja,” katanya.
Menurut dia, dari rangkaian kegiatan Formula E, pihaknya yakin akan mendatangkan banyak wisatawan ke Jakarta.
3. Maksimalkan akun medsos “Enjoy Jakarta”
Edy mengatakan, setelah anggaran Rp 5 miliar tersebut dicoret, pihaknya akan memaksimalkan penggunaan media sosialnya untuk memublikasikan tempat wisata di Jakarta.
Pasalnya, akun media sosial Dinas Pariwisata dengan nama akun Enjoy Jakarta sudah diikuti oleh 93.000 orang.
“Kita gunakan saja media sosial kita 93.000 followers Enjoy Jakarta,” tuturnya.
4. DPRD DKI mempertanyakan
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mempertanyakan alasan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan menggunakan influencer luar negeri untuk promosi wisata.
"Kenapa influencer luar negeri? Kenapa tidak dalam negeri? Apalagi sekarang sudah dicoret itu setelah begini (udah viral di warganet). Apa dasarnya ini dihilangkan? Apa dasarnya juga itu anggarannya ditambah (adanya influencer)? Ini masih dipertanyakan, nanti kita lihat ya pas pembahasan anggaran,” ujar Gilbert.
Ia mengatakan, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu memikirkan bagaimana cara mempermudah masyarakat untuk mengakses ke tempat-tempat pariwisata.
Misalnya, dengan menambah moda transportasi yang terintegrasi di kawasan itu. Sebab ia menilai ada beberapa daerah yang belum terjangkau angkutan transportasi umum.
"Misalnya nih tambah transportasi Jaklingko ke kawasan Ciputat jadi ketika mau ke Monas dia bisa menggunakan satu tiket untuk berpindah moda. Coba bayangin saja berapa kali orang Ciputat naik angkot kalau mau ke Monas," ucap Gilbert.
Selain itu, ia juga menyarankan agar pemerintah membenahi pariwisata di Jakarta. Ia pun meminta Pemprov DKI Jakarta berkaca dari Yogyakarta yang merawat pariwisata Borobudur.
"Ini harusnya banyak yang dibenahi, coba mana perawatan Sunda Kelapa belum. Kalau yang sukses itu di pariwisata itu Borobudur, coba destinasinya kan candi. Lalu liat juga sekelilingnya Borobudur ekomominya jalan terus," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.