JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem penganggaran milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah mendapat penghargaan sebagai salah satu inovasi perencanaan terbaik di Indonesia.
Pada April 2017, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memberikan predikat tersebut. Inovasi perencanaan yang dimaksud adalah sistem penganggaran dengan e-budgeting, e-planning, e-musrenbang, dan e-komponen.
Sistem ini mulai diperkenalkan di DKI Jakarta ketika Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur. Sistem tersebut akhirnya digunakan di Jakarta saat Basuki atau Ahok menjadi gubernur.
Adapun dengan e-budgeting ini, semua perencanaan penganggaran diinput secara digital ke dalam sistem. Setiap perubahan angka yang terjadi akan terekam, lengkap dengan informasi identitas pengubahnya.
Baca juga: Pemprov DKI Raih Dua Penghargaan Terkait Perencanaan
Siapa saja yang melakukan mark up anggaran pasti bisa diketahui orangnya.
Sistem e-budgeting di DKI Jakarta juga membuat perencanaan anggaran masuk ke detail komponennya sejak awal. Detail yang dimaksud sering disebut dengan satuan ketiga.
Katakanlah ada sebuah program pelaksanaan festival musik tahun baru yang dimasukkan dalam sistem e-budgeting itu. Anggaran untuk program itu tidak bisa hanya ditulis totalnya, misalnya Rp 100 juta, tetapi harus lengkap dengan komponen atau satuan ketiganya, seperti biaya panggung, lampu, dan pengisi acara.
Dengan begitu, anggaran sebuah program bisa diukur wajar atau tidaknya.
Pada 2017, jelang akhir masa jabatan Djarot Saiful Hidayat sebagai gubernur, Komisi Pemberantasan Korupsi menyampaikan apresiasinya terhadap sistem ini.
Pimpinan KPK yang datang ke Balai Kota saat itu, Basaria Pandjaitan, berharap sistem ini terus digunakan pada periode selanjutnya dalam kepemimpinan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Baca juga: KPK Ingin Pemerintahan Anies-Sandi Lanjutkan Sistem E-Budgeting
Salah satu nilai plus sistem ini, masyarakat bisa melihat prosesnya melalui situs apbd.jakarta.go.id.
Lewat situs itu, perencanaan anggaran bisa dilihat oleh publik sejak tahap perencanaan. Setiap tahun, berbagai anggaran aneh terungkap.
Sebut saja anggaran ratusan juta rupiah untuk revitalisasi kolam air mancur di Gedung DPRD DKI Jakarta yang masuk ke perencanaan anggaran 2 tahun berturut-turut, pada 2017 dan 2018.
Anggaran itu pun dicoret dua kali selama pembahasan karena derasnya protes warga.
Dan itu baru satu. Beberapa program lain yang anggarannya tak wajar juga viral dan akhirnya dibatalkan.
Baca juga: Dari Tim Gubernur sampai Kolam Air Mancur, Anggaran DKI Tahun 2018 yang Menyita Perhatian...
Anggaran itu bisa diawasi karena Pemprov DKI Jakarta telah mengunggah rancangan anggaran yang bernama Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) ke dalam situs APBD tersebut.
Untuk lebih memahami ini, ada baiknya mengetahui alur penganggaran secara umum. KUA-PPAS berisi rancangan program hasil musrenbang di tingkat masing-masing kota dan kabupaten di Jakarta.
KUA-PPAS disusun oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang isinya berasal dari eksekutif atau dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta.
Pada 2016, 2017, dan 2018, draft KUA-PPAS yang berada dalam tahapan ini langsung diunggah di situs apbd.jakarta.go.id.
Setelah KUA-PPAS selesai disusun dan diserahkan ke DPRD DKI Jakarta, pembahasan pun dilakukan. Rancangan anggaran yang disusun sebelumnya pun sangat mungkin berubah, mengikuti dinamika dalam rapat anggaran antara eksekutif dan legislatif itu.
Program yang anggarannya dinilai terlalu besar bisa dikurangi, sedangkan yang dinilai tak perlu juga bisa dicoret.
Baca juga: Serapan APBD DKI 54,6 Persen, Anies Bilang Itu Masih Sesuai Target