Biyik juga menanggapi pemberitaan jika BB tinggal kelas bukan hanya karena nilai, tetapi karena melanggar tata tertib sekolah yakni makan kuaci di kelas.
Walaupun pernyataan tersebut bukan keluar dari pihak orang tua dan sekolah, namun alasan tersebut sempat mebuat Biyik mengernyitkan dahi.
Kembali lagi ke zaman Biyik, dia menceritakan jika pelanggaran tata tertib ringan tidak terlalu jadi pertimbangan sekolah untuk tidak menaik kelaskan siswanya.
“Nah kalau zaman dulu tergantung nilai saja ya. Istilahnya dulu itu ada yang mengatakan ‘lu boleh nakal tapi jangan bego,” ucap dia.
“Kalau yang misalnya kamu makan kuaci jadinya kamu tinggal kelas sih bagaimana ya. Tapi kan saya belum dengar langsung dari Gonzaganya nih,” ucap dia.
Bukan hanya Biyik. Angkatan lima SMA Kolese Gonzaga, Ignasius Indro, juga menyatakan hal yang sama.
Dirinya yang juga jadi salah satu siswa penyandang gelar veteran ini tidak pernah mendapatkan perlakuan diskriminatif di lingkungan sekolah.
“Kalau dulu mah biasa aja Mas, malah banyak banget yang enggak naik kelas. Malah ada yang bersyukur bisa lebih lama di Gonzaga, karena kan sekolahnya memberikan kita kebebasan, kita belajar dewasa terus boleh gondrong jadi kami menikmati bener kehidupan di sana,” ucap Indro.
Indro mengatakan pihak sekolah sangat membebaskan siswa untuk berekspresi.
“Kayak saya contohnya, dulu lebih ke condong seniman dan sekarang saya jadi illustrator. Itu ditekankan di Gonzaga. Misalnya dia mampu jadi wirausaha ya nanti diarahkan. Difasilitasi dengan pihak sekolah lewat ekskul,” ucap dia.
Baca juga: Ini Alasan Murid SMA Gonzaga Tidak Naik Kelas hingga Akhirnya Gugat Sekolah ke Pengadilan
Bagi dia, tidak ada yang salah ketika menjadi veteran. Yang salah adalah ketika kita tertinggal dan tidak berbuat apa-apa untuk bangkit kembali. Seharusnya mental seperti itu yang terbangun dalam setiap siswa
Sebagai alumni, mereka sangat menyangkan kasus tersebut harus berjalan di meja hijau. Mereka berdua menyarankan bagi kedua belah pihak untuk saling introspesksi diri.
Pihak orang tua mungkin bisa mempertimbangkan agar tidak melanjutkan proses hukum dan memilih jalan kekeluargaan.
Sedangkan pihak pihak sekolah mungkin bisa menjadikan fenomena ini untuk menginstrospeksi diri agar ke depan lebih hati–hati mengambil keputusan yang berkaitan dengan masa depan siswanya.
Walaupun proses persidangan tengah berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka berharap saran ini bisa didengar dan direnungkan demi kebaikan almamater di masa depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.