KOMPAS.com - Kualitas udara di Jakarta disebut-sebut makin memburuk beberapa bulan belakangan ini.
Hal itu diketahui dari pemantau udara AirVisual yang merekam data dari dua stasiun pemantau milik Kedutaan Besar Amerika Serikat, satu stasiun milik BMKG, serta empat alat AirVisual (di Pejaten, Rawamangun, Mangga Dua, dan Pegadungan).
AirVisual mencatat, selama dua pekan antara 19 hingga 27 Juni 2019 Jakarta beberapa kali menempati kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan AQI (indeks kualitas udara) kategori "tidak sehat" dan sudah melebihi baku mutu udara ambien harian (konsentrasi PM 2,5 melebihi 65ug/m3).
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tak tinggal diam dalam menyikapi permasalahan kualitas udara yang tengah menjadi sorotan tersebut.
Baca juga: Pemprov DKI: Revitalisasi Trotoar Tak Sumbang Pencemaran Udara secara Signifikan
Untuk mengendalikan kualitas udara di Jakarta, Pemprov DKI Jakarta menyiapkan tujuh inisiatif sesuai Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Kualitas Udara.
“Jadi, seperti kita ketahui salah satu tantangan terbesar di Ibu Kota Jakarta saat ini adalah masalah lingkungan hidup. Kualitas udara di Jakarta saat ini dan sudah beberapa waktu mengalami penurunan,” ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Oleh karena itu, menurutnya kita perlu melakukan langkah-langkah korektif untuk bisa membuat kualitas udara kita menjadi lebih baik.
Namun, Anies menegaskan bahwa langkah-langkah yang dia sampaikan membutuhkan kerja sama dari semua pihak. Karena, kualitas udara di Jakarta bukan saja ditentukan oleh kegiatan pemerintahan, tapi juga oleh kegiatan ekonomi dan kegiatan rumah tangga.
Tujuh inisiatif Pemprov DKI
Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, sumber pencemaran udara terbesar berasal dari transportasi darat.