JAKARTA, KOMPAS.com - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam sebulan terakhir gencar melakukan razia ke sejumlah indekos, panti pijat, dan tempat usaha lainnya di wilayah Jakarta Barat.
Razia dilakukan sesuai Peraturan Daerah (Perda) No 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Kegiatan ini bertujuan agar para pengelola mampu menunjukkan bukti perizinan usaha mereka. Selain itu razia digelar untuk mencegah aksi terorisme dan prostitusi yang banyak dilakukan dalam indekos.
Bagi pengelola yang tidak bisa menunjukkan surat perizinan, kartu tanda penduduk (KTP) mereka terpaksa ditahan oleh Satpol PP.
Setelah itu mereka diarahkan untuk mengikuti sidang yustisi di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo, Tambora, Jakarta Barat, Selasa (5/11/2019).
Berikut fakta-fakta dalam persidangan yustisi yang digelar sejak pagi hingga Selasa siang:
Dalam satu bulan terakhir Satpol PP berhasil mengumpulkan 50 tempat usaha yang tidak berizin.
Indekos tercatat sebagai tempat usaha yang paling banyak tidak berizin.
"Jumlah pelanggar selama satu bulan perdana ini ada 50 pelanggar, itu terdiri dari 25 kos, 15 panti pijat, dan 10 tempat usaha. Rata-rata dari mereka tidak bisa menunjukkan surat izin saat giat razia," ucap Kasatpol PP Jakarta Barat Tamo Sijabat.
Setelah dirazia dan tidak dapat menunjukkan surat perizinan, pihak pengelola harus hadir dalam sidang yustisi.
Baca juga: Sejumlah Pemilik Indekos Tak Berizin Ikuti Sidang Yustisi di Kalijodo
Dalam sidang tersebut pihak pengelola mengikuti proses dan diperkenankan membayar denda sesuai dengan bukti kesalahan.
"Kalau pertama para pelanggar membawa slip merah saat razia yang lalu. Setelah itu mereka menyerahkan ke petugas dan menunggu," ucap Kasatpol PP Tambora Ivand Sigiro.
"Lalu berkas sudah dipegang Pak Hakim dan dilihat kesalahan pasal per pasal ada pernyataan dari hakim kalau rumah kos berapa per bulan biayanya, terus berapa kamar, lalu hakim yang menetapkan sanksinya," tambah Ivand.
Setelah mengetahui pasal yang dilanggar para pelanggar kemudian membayar sejumlah uang denda.
"Setelah dari hakim ke panitera, lalu ke petugas jaksa, dan melakukan pembayaran secara cash," ucap Ivand.