JAKARTA, KOMPAS.com - Penyusunan Rancangan Anggaran Penerimaan Belanja Daerah (RAPBD) Pemprov DKI Jakarta kian pelik. Pada masa dua tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, kejanggalan-kejanggalan dalam RAPBD banyak terlihat.
Salah satu yang paling mencuat ke publik adalah soal anggaran pengadaan lem aibon. Dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Pafon Anggaran (KUA-PPAS) tertulis pengadaan lem aibon membutuhkan anggaran hingga Rp 82 triliun.
Baca juga: Ini Daftar Anggaran Fantastis APBD DKI 2020
Isu tersebut mencuat setelah anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia William Aditya Sarana mengunggah kejanggalan itu di sosial media.
Kejanggalan tersebut juga direspons oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan, sudah semestinya KUA-PPAS yang masuk sistem e-budgeting dan e-planning dapat diakses publik.
Anggaran yang tak realistis bukan hanya soal lem aibon. Program penataan kampung kumuh juga menjadi sorotan DPRD DKI Jakarta.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah menilai bahwa anggaran yang dikucurkan untuk penataan kampung kumuh terlalu besar.
Politisi PDI-P ini kemudian meminta revisi dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman DKI Jakarta untuk membuat anggaran yang lebih masuk akal.
"Mereka harus ada revisi (anggaran), kalau tidak ya kami coret," ujar dia saat ditemui di Ruang Rapat Komisi D DPRD DKI Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Baca juga: Anggaran Tidak Realistis, Penataan Kampung Kumuh DKI Terancam Dicoret DPRD
Dana yang digelontorkan untuk penataan 76 Rukun Warga (RW) dinilai masih terlalu fantastis. Untuk kajian saja, Pemprov DKI Jakarta mengusulkan anggaran Rp 500 juta sampai Rp 600 juta per RW.
Sedangkan anggaran program penataan kampung kumuh yang diberi istilah community action plan (CAP) sendiri diusulkan dengan biaya Rp 4 miliar hingga Rp 20 miliar per RW.
"Dengan kajian Rp 600 juta kemudian anggaran Rp 10 miliar jadi (total) Rp 10,6 miliar (per RW)," jelas Ida.
Di balik anggaran-anggaran fantastis tersebut, ternyata ada beberapa program yang harus tertunda karena defisit anggaran yang dialami Pemprov DKI Jakarta.
Program yang harus ditunda pengerjaannya adalah program naturalisasi yang digadang akan menyelesaikan permasalahan banjir Jakarta.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Juaini mengatakan salah satu proses yang membuat program naturalisasi sungai di Jakarta tersendat karena biaya pembebasan lahan yang harus dihapus untuk tahun ini.
Baca juga: Naturalisasi Kali Ciliwung Terhambat Defisit Anggaran Pemprov DKI
"Ada beberapa lokasi yang belum kami bebaskan, karena defisit anggaran. Rencana tahun ini mau bebaskan empat kelurahan, tapi karena anggarannya di-stop, defisit, jadi kita stop," ujar Juaini saat ditemui di Ruang Rapat Komisi D DPRD DKI Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Keempat kelurahan tersebut adalah Pejaten Timur, Tanjung barat, Cililitan, dan Balekambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.