Meski rawan copet, pembeli di Pasar Poncol pada era 1960–an tetap ramai. Bahkan, pengunjungnya harus berdesak-desakkan untuk memilih barang incaran.
Micky mengatakan, dahulu dalam sehari ia sendiri pun dapat menghasilkan Rp 2.000.000 per hari.
Sebab pengunjung kala itu silih berganti untuk memborong barang-barang yang dijajakan. Mulai dari orang Jakarta bahkan pendatang dari luar Jakarta pun berbelanja di Pasar Poncol.
“Dulu rasanya untuk istirahat aja susah. Mau duduk aja kayaknya tidak bisa, pembeli terus menerus datang,” kata Micky.
Kini semua berubah. Pasar Poncol telah ditata dengan baik, langsung dikelola oleh Pemerintah Jakarta Pusat. Pemandangan kumuh pun sirna.
Micky mengatakan, setahun yang lalu atap-atap di Pasar Poncol diperbaiki menggunakan seng-seng yang kuat.
“Sekarang mah kan udah diaspal jadi tidak becek lagi. Udah bagus pokoknya,” ujarnya.
Baca juga: Dilema Memindahkan Pedagang Barang Loak ke Pasar
Kios-kios di kawasan Pasar Poncol ini juga tak tampak kumuh lagi. Bahkan sudah seperti layaknya pasar modern pada umumnya.
Kini, kata Micky, pasar ini tidak lagi seratus persen menjual barang-barang loak. Meski demikian, pedagang tetap memasang harga miring.
“Ada juga barang-barang baru yang dijual di pasar ini. Bagian depan barang baru, sementara yang di belakang barang-barang loak,” kata Micky.
Micky mengatakan, saat ini copet yang ada di kawasan Pasar Poncol pun sudah lebih berkurang.
“Soalnya sekarang udah banyak yang dagang dan yang mantau juga. Jadi kalau ada copet pasti ketahuan terus diteriakkin biasanya langsung abis (diamuk) di sini,” ujar Micky.
Meski begitu, Micky mengaku bahwa pembeli di Pasar Poncol semakin sedikit setiap harinya.
Micky pun merasakan hal itu. Pembeli yang datang ke toko bajunya itu bisa dihitung jari setiap harinya.
Baca juga: Berburu PlayStation Bekas di Mal Rongsok Depok...
Biasanya yang datang ke tokonya 10 hingga 20 orang. Kini, yang datang ke tokonya hanya empat, bahkan tiga paling sedikit.