JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang laki-laki tampak duduk di tengah-tengah pakaian yang menggantung di Pasar Poncol, Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (9/11/2019).
Laki-laki berambut putih itu tampak menunggu kehadiran pembeli. Sesekali, ia menawarkan dagangannya ke pengunjung Pasar Poncol yang melintas di depan tokonya.
"Bajunya, Bu, celananya lagi diobral murah, dibeli, dibeli," ujar laki-laki ini sambil memegang baju-baju jualannya yang disodorkan ke pembeli.
Laki-laki itu bernama Micky Lekatompesi, salah satu pedagang pakaian di Pasar Poncol. Meski Pasar Poncol terkenal dengan surganya barang loak atau barang bekas, tetapi barang yang ditawarkan Micky tak semuanya bekas.
Sebagian pakaian yang ia jual adalah barang-barang baru. Mulai dari pakaian batik, celana bahan, kaos oblong, hingga kemeja.
Namun, Micky tetap menyediakan pakaian bekas yang dia ambil dari Batam khusus untuk pemburu barang bekas dengan kualitas bagus.
"Ini yang pakaian bekas ini barang-barang import dari luar negeri," ucap Micky.
Baca juga: Sepenggal Kisah Kejayaan Pasar Poncol, Surganya Barang Loak
Pakaian yang dijual Micky pun harganya beragam, pakaian-pakaian bekas diobralnya mulai dari harga Rp 10.000 hingga Rp 50.000.
Sementara pakaian baru yang dijualnya, ada yang Rp 35.000 sampai Rp 100.000 per potong.
Micky telah menggeluti usaha berjualan pakaian ini sejak tahun 1989. Ia meneruskan dagangan dari ibunya yang dulu juga dagang di pasar ini.
Dia merintis usahanya mulai dari jualan di gerobak pikul hingga kini di toko yang lebarnya 4 X 6 meter.
Micky mengatakan, dulu ia hanya jualan baju-baju bekas di Pasar Poncol ini menggunakan gerobak pikul.
Tak jarang dirinya menjadi incaran Satpol PP saat sedang berkeliling di Pasar Poncol. Bahkan, baju-bajunya sering terbuang lantaran kabur dari kejaran Satpol PP.
Namun saat berjualan di toko, kata Micky, pembelinya semakin banyak. Setiap hari tokonya dipenuhi pembeli.
Ada yang beli satuan bahkan memborong dua plastik sekaligus.
"Bahkan ada yang saya karungin bajunya buat pendatang katanya buat oleh-oleh keluarganya di kampung," kata Micky.
Dahulu, ia bisa mendapatkan keuntungan Rp 400.000 per harinya. Dengan pekerjaan ini, bapak dari empat orang anak ini telah selesai menguliahkan semua anaknya.
Baca juga: Cerita Natasha Wilona yang Pernah Kenakan Baju Bekas untuk Lomba
"Yang terakhir anak saya kuliah di Universitas Podomoro baru selesai. Anak saya pertama kuliah kedokteran," kata Micky.
Bahkan, ia pun bisa berinvestasi rumah dan kontrakan dari penghasilannya jualan baju di Pasar Poncol.
Laki-laki kelahiran Ambon ini mengaku telah memiliki villa di Kota Bunga, Bogor dan sejumlah kontrakan di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
"Sekarang kios saya pun sudah tidak nyewa lagi. Saya sudah punya sendiri ini kios," ucap Micky.
Meski demikian, dia khawatir dengan perkembangan zaman yang sudah serba online saat ini.
Kehadiran e-commerce di tengah masyarakat membuat banyak orang cenderung lebih menikmati belanja online yang dinilai lebih mudah dan efisien.
"Iya pasti was-was juga ya, apalagi masyarakat lebih senang yang mudah dan gampang," ucap Micky.
Dengan adanya e-commerce, toko-toko konvensional seperti yang dimiliki oleh Micky bisa ditinggal pelanggan.
Baca juga: Jajaki Pasar Internasional, Ini 5 Tantangan yang Harus Dihadapi UMKM
Dia pun merasa dagangannya sudah tidak seramai dulu.
"Sekarang pembeli itu paling banyak 10 orang. Dulu mah bisa sampi 20-30 lah. Bahkan sempat waktu itu pembeli cuma lima orang," katanya.
Meski pelanggan semakin sedikit, dirinya yakin masyarakat banyak yang berminat untuk belanja langsung ke Pasar Poncol.
Apalagi pelanggan paling banyak di Pasar Poncol itu kaum ibu-ibu yang masih kaku dengan sistem belanja online.
"Kalau di sini kan yang belanja kebanyakan ibu-ibu. Mereka masih lebih senang datang langsung, karena kalau ke sini pelanggan juga bisa nego. Kalau online kan enggak. Tapi masih ada juga anak muda yang cari-cari flanel atau kemeja datangnya ke sini," ucapnya.
Namun, Micky tetap berupaya beradaptasi dengan perkembangan ini. Selain toko offline, dia juga menjajakan dagangannya di toko online.
"Cuma sekali-sekali sih saya foto-foto bajunya terus saya tawarin di online. Tapi lebih sering dagang konvensional beginilah," katanya.
Dia berharap strategi berdagang yang ia buat saat ini bisa terus mencukupi kehidupan keluarganya.
"Ya kita mah ikutin zamannya saja pedagang, supaya terus lancar dagangannya. Doain aja ya," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.