DEPOK, KOMPAS.com - Penertiban lahan untuk pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Kampung Bulak, Depok, memiliki catatan panjang penolakan penertiban lahan.
Setelah peletakan batu pertama oleh Presiden Joko Widodo, 5 Juni 2018 lalu, polemik pembebasan lahan mengiringi pembangunan Universitas Islam yang ditengarai terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Penolakan tersebut berawal dari surat keberatan beberapa warga yang tergabung dalam Ormas BMPTV-SI yang ditujukan untuk lurah Cisalak atas penertiban lahan milik pemerintah.
Lahan seluas 142,5 hektare tersebut kini masih menjadi polemik.
Penolakan tak hanya berlangsung saat ini. Sejak awal, warga telah menentang pembangunan UIII yang harus menggusur lahan mereka.
Jusuf Kalla yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden pernah mendesak langsung Gubernur Jawa Barat dan Walikota Depok untuk segera mengurus pembebasan lahan untuk UIII.
Baca juga: Wapres Desak Depok dan Jabar Percepat Pembebasan Lahan UIII
Saat itu, pembebasan lahan sudah menjadi kendala utama mereka melanjutkan pembangunan kampus tersebut.
Kalla pun mendorong penerbitan surat keputusan (SK) penertiban untuk lahan lokasi pembangunan UIII.
"Persoalan lahan urusan gubernur dan wali kota, untuk segera terbitkan SK tentang penertibannya," ujar Kalla.
Belum ada sosialisasi
Pengacara warga, Erham mengatakan, pemerintah tidak pernah memberikan sosialisasi kepada masyarakat Kampung Bulak atas penertiban lahan tersebut.
Itulah sebabnya, warga meminta penundaan penertiban di Kampung Bulak.
Warga menginginkan pendataan ulang agar mereka bisa mendapatkan uang kerohiman.
Salah satu anggota Badan Musyawarah Penghuni Tanah Vervonding Seluruh Indonesia (BMPTV-SI), Agustinus mengatakan, penundaan tersebut diperlukan untuk menentukan kesepakatan antara warga dan pemerintah.
"Minta tunda eksekusi, kalau dibuka, besok atau kapan kami diberi tahu kapan jam berapa," ujar dia, Senin (11/11/2019).
Baca juga: Protes Penggusuran Lahan untuk UIII, Warga Merasa Tak Pernah Diajak Berdialog
Sementara itu, Kepala Satpol PP Kota Depok, Lienda Ratnatulangi membantah bahwa pemerintah belum melakukan sosialisasi.
Satuan tim pembangunan UIII sudah melakukan sosialisasi, namun saat itu warga menolaknya.
"Tapi mereka menolak, ada surat-suratnya kok," jelas Lienda saat ditemui Kompas.com di lokasi pembangunan UIII, Cisalak, Depok.
Lienda kemudian menunjukkan surat dengan tanda terima 11 Maret 2019 lalu.
Di sana tertulis keberatan masyarakat di kampung Bulak, Cisalak terhadap penertiban bangunan yang sudah mereka tempati beberapa tahun belakangan.
Surat bernomor 15/DPN/BMPTV-SI/III/2019 itu menyatakan keberatan beberapa warga yang rumah dan usahanya terdampak penertiban.
Atas dasar tersebut, Lienda membantah pemerintah belum memberikan sosialisasi atas penertiban tersebut.
Warga ilegal
Lienda mengatakan, kebanyakan warga yang menolak dan bergabung dengan BMPTV-SI adalah masyarakat yang tidak memiliki administrasi kependudukan.
"Mereka tidak terdata, apa ya istilahnya, warga ilegal," kata dia.
Meski tidak memiliki catatan alamat resmi, pemerintah sempat memberikan kesempatan kepada warga untuk mendata kembali tanah garapan mereka di Kampung Bulak.
Lienda menjelaskan, saat diadakannya sosialisasi itu lah mereka melayangkan surat penolakan proses hukum pembebasan lahan berdasarkan Perpres No. 62 tahun 2018 tentang pembangunan nasional.
"Barang siapa dengan suka rela, akan diberikan uang kerohiman. Tapi kan mereka menolak," kata Lienda.
Penertiban lahan dilakukan besok
Permintaan warga untuk menunda penertiban lahan tidak bisa dipenuhi oleh Satpol PP Kota Depok.
Hal tersebut disampaikan usai berkoordinasi dengan Kementerian Agama terkait penertiban tersebut.
Baca juga: Warga Minta Ditunda Eksekusi Pembebasan Lahan UIII
Lienda mengatakan, setelah melakukan koordinasi, disepakati penertiban tetap berlangsung.
Hanya saja, Satpol PP memberikan waktu warga untuk meninggalkan tempat penertiban secara suka rela.
Lienda menjelaskan, warga yang sukarela meninggalkan tempat penertiban tidak akan ditelantarkan begitu saja.
Pemkot Depok, lanjut dia, akan memberikan tempat tinggal berupa kontrakan selama satu bulan.
"Kami siapkan 20 truk untuk mengangkut barang. Ada 12 kontrakan untuk 12 Kepala Keluarga yang ditertibkan saat ini," kata dia.
Eksekusi rencananya akan dilanjutkan esok pagi, pukul 07.00 WIB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.