BEKASI, KOMPAS.com – Selangkah lagi, upah minimum kota (UMK) Bekasi tahun 2020 disahkan.
Setelah melalui perundingan alot, Dewan Pengupahan Kota Bekasi menyepakati kenaikan UMK Bekasi 2020 pada Kamis (14/11/2019).
Gabungan serikat buruh Bekasi sempat mengawal perundingan itu dari luar dengan berunjuk rasa.
Berikut Kompas.com merangkum beberapa faktanya:
Dewan Pengupahan terdiri dari 7 unsur buruh, 7 unsur pengusaha, 14 unsur pemerintah, dan 1 unsur akademisi. Keempat-empatnya punya perspektif berbeda, bahkan punya kepentingan yang bertolak belakang.
Perselisihan ini membuat rapat finalisasi UMK Bekasi 2020 beberapa kali tertunda. Malah, rapat finalisasi yang sedianya menetapkan UMK pada Senin (11/11/2019) lalu, terpaksa diskors 2 hari.
Baca juga: Serikat Buruh dan Pemkot Bekasi Sepakat UMK 2020 Sebesar Rp 4,589 Juta
Penyebabnya, unsur pengusaha yakni Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Bekasi menolak UMK 2020 dan memilih tidak hadir pada rapat penting itu.
Nugraha, perwakilan Apindo Kota Bekasi secara terang-terangan menyatakan bahwa pihaknya menolak UMK 2020. Ia tak berani menyatakan secara lugas maksudnya, apakah menolak kenaikan UMK atau keberadaan UMK.
Yang jelas, Nugraha berdalih bahwa penolakan itu bermula dari sikap pemerintah yang dinilainya tidak mampu mengevaluasi UMK 2019.
"Dari rapat pertama yanggal 28 Oktober 2019, kami sudah menolak adanya UMK Bekasi 2020," ujar Nugraha kepada wartawan, Kamis malam.
Sementara itu, Pemerintah Kota Bekasi melalui Dinas Ketenagakerjaan sejak awal mengusulkan kenaikan UMK Bekasi 2020 sebesar 8,51 persen. Angka ini diperoleh berdasarkan ketentuan pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.
Baca juga: Pemerintah Dinilai Lalai, Apindo Kota Bekasi Tak Setuju UMK 2020
Dengan ketentuan ini, kenaikan UMK dihitung berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun, sedari mula pula usul pemerintah ditolak kalangan pengusaha dan buruh.
Gabungan serikat buruh kompak meminta kenaikan UMK Bekasi 2020 sebesar 15 persen atau setara Rp 4,86 juta.
Mereka mengklaim, angka ini bukan datang dari langit, melainkan hasil dari survei tiga pasar utama di Kota Bekasi dengan meneliti harga 78 item, termasuk listrik dan sewa kontrakan.
Mereka merasa, metode ini lebih representatif ketimbang menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. Sebab, biaya hidup dirasa semakin tinggi.
“Salah satu contoh, kenaikan BPJS. Contoh lagi yang kita rasakan diam-diam: pajak motor,” ungkap Suparno, koordinator aksi unjuk rasa serikat buruh di luar rapat finalisasi, Kamis sore.
Perundingan berjalan demikian alot karena semua pihak membawa kepentingan masing-masing. Berjalan sejak pukul 11.00 WIB, rapat finalisasi itu baru kelar sekitar pukul 17.30 WIB dengan metode voting.
Baca juga: Pengusaha Akan Sampaikan Keberatan ke Gubernur Terkait UMK Bekasi 2020
Sebanyak 7 unsur pengusaha kompak tidak memberikan suara karena tak setuju pemberlakuan UMK Bekasi 2020. Akhirnya, unsur pemerintah – karena jumlahnya paling banyak – memenangi voting.
Sehingga, secara sah UMK Bekasi 2020 diusulkan naik hingga Rp 4.589.708 dan sesuai mekanisme, paling lambat ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada 21 November 2019.
Perwakilan buruh mengaku menerima hasil ini. Namun, perwakilan pengusaha mengaku keberatan dengan berbagai dalih dan akan menyurati Wali Kota Bekasi hingga Gubernur Jawa Barat soal keberatan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.