Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kusni Kasdut, Penjahat Fenomenal: Perampokan Museum Nasional (1)

Kompas.com - 16/11/2019, 10:11 WIB
Jimmy Ramadhan Azhari,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi kaum milenal, nama Kusni alias Kasdut bin Waluyo mungkin terdengar asing. Namun, nama itu sempat diperbincangkan di seluruh negeri.

Kusni Kasdut dikenal sebagai penjahat ulung pada tahun 1960-1980-an. Ia beberapa kali merampok, membunuh, dan terkenal licin di penjara.

Salah satu kejahatan Kusni Kasdut yang melegenda adalah ketika ia merampok Museum Nasional Jakarta.

Kasus itu tertulis dalam buku Kusni Kasdut karya Parakitri T Simbolon, wartawan senior harian Kompas, yang terbit tahun 1979. Tulisan ini menyarikan kisah dari buku yang ditulis Parakitri tersebut.

Baca juga: Tyo Pakusadewo Akan Sutradarai Film Kusni Kasdut

Saat itu, Kasdut merampok berbagai perhiasan, termasuk enam cincin, berlian, dan subang bermata berlian senilai Rp 2,5 miliar dari Museum Nasional Jakarta.

Aksi perampokan pada 30 Mei 1963 itu bermula di sebuah rumah di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Kasdut, Herman, Budi, dan seseorang yang dipanggil Sumali bersiap melakukan aksinya.

Herman menggunakan seragam seorang inspektur polisi. Mereka juga menyiapkan sebuah jip curian yang telah diganti pelat nomornya.

"Baik Bud. Tolong biarkan aku sendirian sebentar," kata Kasdut kepada Budi sebagaimana  dikutip dari buku tersebut.

Kusni Kasdut membutuhkan waktu untuk meyakinkan diri sebelum melancarkan aksi besarnya. Di kepalanya seolah banyak suara yang saling berbenturan tentang segala kemungkinan yang terjadi setelah aksi perampokan.

Keyakinannya baru muncul setelah mengintip mobil jip yang telah disiapkan rekan-rekannya. Setelah yakin, ia melangkah keluar kamar dan menemui tiga rekannya itu.

Sebelum berangkat, mereka mengecek lagi senjata masing-masing. Kasdut membawa sebuah senapan berjenis vicker keluaran Jerman, Sumali dengan vickers Jepang, sedangkan Budi dan Herman masing-masing berbekal sebilah belati.

Kasdut menyalakan jip itu, tetapi Herman yang berbaju inspektur tiba-tiba melompat.

"Kukira kita perlu kantong kain," ujar Herman sembari mengambil sebuah kaus kaki.

Mereka pun berangkat menuju Museum Nasional yang ada di Gambir, Jakarta Pusat, lewat Tanah Abang.

Tampak muka Museum Nasional di kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, yang juga dikenal dengan Museum Gajah. Gambar diambil pada 22 Juli 2017. KOMPAS/RIZA FATHONI Tampak muka Museum Nasional di kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, yang juga dikenal dengan Museum Gajah. Gambar diambil pada 22 Juli 2017.

Kelompok itu tiba di Museum pagi-pagi sekali. Hal itu membuat pegawai-pegawai museum heran. Alasan apa yang membuat polisi datang ke museum pagi-pagi.

Seragam inspektur yang dikenakan Herman membuat mereka didahulukan masuk museum oleh penjual karcis.

Agar orang-orang yang ada di museum tak curiga, kelompok itu berkeliling seolah menikmati benda-benda yang ada. Saat penjaga mulai lengah, mereka merangsek ke lantai atas di ruang pusaka.

Budi dan Sumali mengalihkan perhatian penjaga pintu ruangan tersebut dengan segudang pertanyaan. Sementara Kasdut dan Herman masuk ke ruangan tersebut.

Akan tetapi, alangkah kagetnya mereka melihat ada dua penjaga lain yang bertugas dalam ruang pusaka itu.

"Tutup Mulut!, Kalau tidak...," kata Kasdut sembari menodongkan senjata kepada dua orang tersebut.

Dua penjaga itu lalu ditangani Herman. Kasdut bergerak cepat. Berbekal sebuah obeng besar, ia membobol lemari pajangan emas berlian. Namun, seolah sadar apa yang sedang terjadi, dua penjaga yang dari tadi bersama Herman berteriak.

Kasdut merogoh emas berlian yang ada di hadapannya lalu memasukkannya ke dalam kaus kaki yang tadi disiapkan Herman. Tanpa menunggu lama, ia bergegas keluar ruangan dan memberi sinyal kepada Budi dan Sumali tanda waktunya pergi.

Setiba di mobil dan menghidupkan mesin, kembali terdengar teriakan dari lantai atas.

Kasdut panik, tetapi hanya bisa menunggu ketiga rekannya itu turun. Setelah beberapa menit yang serasa seabad, tiga orang itu turun. Kasdut menginjak gas dalam-dalam meninggalkan lokasi itu.

"Teriakan apa yang tadi? tanya Kasdut kepada Herman.

Ternyata kedua penjaga itu ditusuk Herman, tetapi ia tidak bisa memastikan apakah dua orang tersebut masih bernapas atau tidak.

Di tengah perbincangan itu, Kasdut menghentikan mobil. Ia meminta rekan-rekannya itu kabur naik becak berdua-dua. Mereka kembali ke rumah di kawasan Slipi.

Setelah pencurian tersebut, Sumali dan Herman mencari orang yang hendak membeli perhiasan yang mereka curi. Mulanya mereka mencoba menjual emas permata itu kepada seseorang bernama Baba, kenalan Sumali.

Namun, istri Baba yang meladeni mereka tak sanggup membelinya, menjualkan pun tidak.

Sekitar seminggu kemudian, mereka akhirnya bertemu seseorang bernama Broto Kamal. Ia tinggal di sebuah rumah di kawasan Kyai Maja, Jakarta Selatan.

Namun, bukan Broto Kamal yang akan membantu menjualkan barang curian itu, melainkan seorang wartawan bernama Ahar Murtono.

Ahar tinggal di Surabaya. Mendengar kata Surabaya, Kasdut bersemangat. Sebab, istrinya tinggal di kota itu.

Ia berangkat sendirian ke Surabaya berbekal surat pengantar dari Kamal.

Setelah menyampaikan maksudnya kepada Ahar, Kasdut pun menjadwalkan bertemu seminggu sekali dengan orang itu. Pertemuan itu guna menginformasikan mengenai penjualan emas berlian.

Suatu hari, saat Kasdut pergi ke rumah Ahar. Ia disambut senyuman. Saat melihat hal itu, Kasdut bertanya apakah emas itu sudah terjual.

"Sabar Bung Waluyo, sabar" sahut Ahar.

Ahar lantas menjelaskan bahwa ia baru bisa menjual sebagian kecil dari emas berlian tersebut seharga Rp 3.250.000. Kabar itu membuat Kasdut senang. Dari penjualan itu, ia memberikan kepada Ahar Rp 250.000.

Pulang dari rumah Ahar, Kasdut langsung mengajak Sumiyati, istrinya, ke pasar. Istrinya itu dibelikan pakaian dan perhiasan baru.

Tetapi, uang itu tidak ia pakai semuanya. Sebanyak Rp 2 juta ia simpan dalam sebuah koper yang terkunci rapat.

Ia lalu mengirim surat ke Jakarta untuk memberitahukan kepada teman-temannya bahwa sebagian barang curian itu telah laku.

Akan tetapi, ternyata itu terakhir kalinya Kasdut mendapatkan uang penjualan emas itu. Selama dua bulan, setiap minggu ia terus pergi ke rumah Ahar.

Pada suatu hari, saat ia ke rumah Ahar, pria itu tidak ada. Yang ia temui justru istri Ahar yang tengah bicara dan seorang pria yang ternyata polisi dari Jakarta.

Saat itu Kasdut juga berpura-pura jadi polisi asal Mabak yang tengah menyelidiki kasus pencurian yang dilakukannya sendiri, tetapi penyamaran itu justru jadi bumerang.

Polisi bernama Ilin itu ternyata jauh-jauh dari Jakarta untuk menangani kasus Kasdut. Karena menangani kasus yang sama, Ilin mengajak ke kantor polisi bersama-sama naik becak.

Di tengah-tengah perjalanan, Kasdut minta berhenti sebentar untuk membeli rokok. Akan tetapi, niat sebenarnya adalah mengambil tasnya yang berisi pistol.

Namun, Ilin lebih cepat. Ia langsung menodong Kasdut dan menggiringnya ke kantor Reskrim Semarang.

"Kusni Kasdut, Pak," kata Ilin kepada tiga polisi yang ada di gedung Reskrim tersebut.

Dari tiga polisi itu, Kasdut mengetahui bahwa semua rekannya, baik di Jakarta maupun Semarang, sudah lebih dahulu ditangkap. Tetapi, ia berbohong dengan mengaku tidak mengenal satu pun orang yang disebut polisi, kecuali Ahar.

Setelah interogasi singkat itu, salah seorang polisi bernama Tukimin meminta Kasdut membongkar isi tasnya. Akan tetapi, itu jadi sebuah kesalahan. Dalam tas itu isinya adalah pistol dan sebuah granat.

Terjadilah baku tembak saat itu meski tak ada korban. Memanfaatkan situasi yang ricuh, Kasdut berusaha lari. Ketika tiba di sebuah ruangan, ia bertemu dua orang polisi.

Salah satu polisi itu bernama Sutono, ia sedang mengetik sesuatu dengan mesin ketik. Akan tetapi, Kasdut yang berlari ke arahnya tiba-tiba menembak.

Sutono tewas setelah mendapat tiga tembakan dari Kasdut.

Kasdut terus berusaha kabur sampai tiba di depan kantor Reskrim. Ia lantas menaiki sebuah becak.

"Cepat ke Bojong," kata Kasdut kepada tukang becak tersebut.

Tukang becak itu heran karena Bojong adalah tempat di mana mereka berada saat itu, tetapi ia tetap mengayuh becaknya. Ia membawa Kasdut tepat ke gerbang kantor polisi.

Kondisi itu membuat Kasdut panik dan melompat dari becak dan menyetop sebuah mobil pickup.

Namun, sopir pickup itu justru ketakutan mendengar suara tembakan yang bersahut-sahutan.

Sopir itu lantas kabur dari mobilnya. Kasdut yang hendak turun dari pickup justru tertembak kakinya dan terjatuh. Sebuah granat yang ia bawa pun ikut terjatuh.

Kasdut berusaha mengejar granat itu sambil merangkak. Akan tetapi, sial baginya. Ternyata kebetulan ada tentara yang melintas.

Tentara itu menendang Kasdut sehingga granat yang sudah berhasil ia pegang kembali terlepas dan menggelinding jauh. Kasdut habis ditendang tentara itu. Bahkan dua gigi depannya rontok.

Kasdut pingsan, polisi yang tadi mengejarnya menarik kaki penjahat ulung itu karena dikira sudah meninggal. Mereka baru sadar ia masih hidup ketika Kasdut mengerang.

Kasdut lalu ditahan di Mlanten, Semarang. Di sana, ia dianggap sebagai tahanan luar biasa. Kakinya dirantai ke tangan sehingga setiap ia bergerak menimbulkan bunyi-bunyian. (Bersambung....)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Megapolitan
Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Megapolitan
Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Megapolitan
Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Megapolitan
Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Megapolitan
Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Megapolitan
KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

Megapolitan
Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Megapolitan
Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Megapolitan
45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

Megapolitan
Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Megapolitan
Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Megapolitan
TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com