Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kusni Kasdut, Penjahat yang Fenomenal: Pejuang Kemerdekaan yang Tersakiti (2)

Kompas.com - 19/11/2019, 06:54 WIB
Jimmy Ramadhan Azhari,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

"Bu mungkin lama kita baru ketemu lagi," ucap Kusni kepada ibunya.

"Mungkin tidak ketemu lagi seterusnya," kata Kusni.

Ibunya lalu menceritakan kisah bohong agar anaknya itu tidak pergi. Tapi bukannya tertahan, emosi Kusni malah memuncak. Di pikiran Kusni, ia merupakan seorang anak haram berdasarkan apa yang diceritakan ibunya.

Melawan Inggris dan Belanda

Kusni tetap berangkat ke Surabaya bersama rombongan. Di sana ia terlibat dalam pertempuran hebat. Kawan-kawan Kusni banyak yang terluka bahkan tewas.

Inggris menurunkan panser dan tank untuk memerangi Surabaya. Tapi Kusni maupun rakyat lain tak gentar. Tiga minggu lamanya pertempuran di Surabaya terjadi hingga akhirnya Inggris mundur.

Usai peperangan itu rakyat mulai berkelompok-kelompok. Banyak dari mereka membicarakan soal politik yang tak dimengerti Kusni. Yang ia tahu hanyalah penjajah harus minggat dari Tanah Air.

Pada 21 Juli 1947 giliran Belanda yang menyerang Indonesia. Rombongan Kusni yang berada di Kepanjen juga diserang. Setelah sempat melawan, mereka melarikan diri ke sawah-sawah dan berhenti di suatu perbukitan.

Tapi bagi Kusni pertempuran kali ini tidak menarik, ia hanya kucing-kucingan dengan Belanda. Akhirnya, Kusni memutuskan untuk pergi ke Blitar dengan tujuan akhir Yogyakarta di mana terdengar kabar akan terbentuk pasukan bambu runcing di sana.

Kusni ke Blitar berjalan kaki. Di tengah perjalanan, tanpa sengaja ia bertemu dengan ibunya. Pertemuan itu membuat air mata ibunya bercucuran. Bagaimana tidak, sudah begitu lama mereka tidak bertemu.

"Kus, Tuhan mengirimmu ke sini, ayolah pulang," kata sang ibu kepadanya.

Kusni terheran, ke mana mereka akan pulang. Ia hanya mengikuti ibunya tanpa tahu ke mana. Akhirnya tibalah mereka di Jatiruri. Di sana terungkap fakta bahwa ternyata Kusni memiliki seorang kakak.

Akhirnya, ibunya menceritakan seluruh kisah tentang asal usul Kusni. Ia pun tahu ternyata ia bukanlah anak haram. Ayahnya bernama Wonomejo, Tulung Agung. Wonomejo meninggal saat Kusni berumur lima tahun.

Mengetahui asal usul dirinya seolah mengembalikan harga diri Kusni sebagai seorang manusia. Ia seolah ingin menunjukkan kepada dunia siapa anak dari Wonomejo ini.

"Ibu Pertiwi, aku mengabdimu dengan seluruh jiwaku," tutur Kusni.

Akan tetapi, Barisan Bambu Runcing yang memiliki tujuan merebut kembali kota Bandung gagal terwujud. Padahal, saat menerima informasi itu Kusni sudah sampai di Madiun dengan susah payah.

Di suatu perbukitan, ia lantas melihat beberapa kelompok wanita dan anak-anak berlatih dengan semangat. Di sana ia juga bertemu dengan seseorang bernama Krismanto.

Brigade Teratai

Krismanto menjelaskan bahwa kelompok yang sedang berlatih itu adalah Brigade Teratai. Anggota dari brigade itu merupakan orang-orang dari dunia hitam sepertu copet, rampok, germo hingga wanita panggilan.

Akan tetapi adapula anggota TNI yang bergabung dalam brigade tersebut. Keberadaannya disebut sebagi tempat berbagi ilmu dengan anggota Brigade Teratai lain.

Kusni akhirnya bergabung dengan brigade ini, ia bertugas sebagai staf pertempuran ekonomi.

Kusni lantas banyak bergaul dengan pelacur dan brandal-brandal kecil yang ditugaskan sebagai mata-mata Brigade Teratai.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Megapolitan
Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Megapolitan
Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com