JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum SMA Kolese Gon, Edi Danggur mengaku pihaknya tidak merasa dirugikan dengan pemberitaan media massa terkait gugatan orangtua murid.
Menurutnya, maraknya pemberitaan soal gugatan orangtua murid ke SMA Kolese Gonzaga malah menguntungkan pihaknya.
Dia menganggap jika pemberitaan tersebut sebagai iklan gratis untuk meningkatkan pamor sekolahnya.
"Itu malah iklan gratis untuk Gonzaga. Iklan gratis benar," kata dia usai persidangan mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2019).
Sejak awal, pihak Gonzaga sudah yakin jika keputusan untuk membuat BB tinggal kelas sudah melalui prosedur. Sehingga Edi yakin jika sidang tersebut akan dimenangkan pihak SMA Kolese Gonzaga.
Baca juga: Orangtua Ungkap Alasan Mau Berdamai dengan SMA Gonzaga Terkait Murid Tinggal Kelas
Walaupun demikian, Edi mengaku senang jika akhirnya perkara tersebut berakhir damai melalui sidang mediasi.
Pada saat yang sama, pihak pelapor yakni Yustina Supatmi juga mengapresiasi langkah berdamai dari kasus ini.
"Dari kami ingin mencabut untuk kebaikan umtuk semuanya. Kami rasa ini bisa kami serahkan dan kami percayakan kepada Dinas Pendidikan untuk ke depannya," kata Yustina.
Setelah melalui proses mediasi, Yustina menerima alasan pihak sekolah tidak menaikkelaskan putranya karena masalah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Ketua Majelis Hakim Lenny Wati Mulasimadhi memutuskan gugatan antara Yustina Supatmi orangtua yang anaknya tinggal kelas melawan pihak SMA Kolese Gonzaga berakhir damai.
"Mengadili dan menghukum para penggugat tergugat dan turut tergugat untuk menaati isi kesepakatan perdamaian yang telah disepakati tersebut di atas. Menghukum para pihak membayar biaya perkara penggugat dan para tergugat," kata Hakim di ruang sidang.
Baca juga: Ini Tiga Poin Kesepakatan Damai SMA Kolese Gonzaga dan Orangtua Murid
Dalam poin hasil mediasi yang dibacakan hakim, pihak penggugat memutuskan untuk mencabut tujuh poin tuntutan yang semula dilayangkan kepada pihak SMA Kolese Gonzaga.
Dengan dicabutnya tuntutan tersebut, kedua belah pihak sepakat tidak meneruskan perkara ini di meja hijau.
Untuk diketahui, persidangan ini bermula dari gugatan yang dilayangkan oleh Yustina Supatmi, orangtua BB yang tak terima anaknya tinggal kelas.
Kuasa hukum pihak Yustina, Susanto Utama, mengetahui bahwa alasan sekolah tidak menaikkelaskan BB karena nilai.
Nilai BB di mata pelajaran sejarah diketahui 68, berada di bawah KKM sebesar 75.
Menurut Susanto, hal tersebut melanggar PP Mendikbud Nomor 53 Tahun 2015.
Dalam PP tersebut disebutkan bahwa siswa dinyatakan tidak naik kelas jika paling sedikit mendapatkan nilai di bawah KKM untuk tiga mata pelajaran.
"BB ini dari awal masuk sekolah dia hanya satu merah, yaitu nilai Sejarah itu. Jadi menurut kami, hal itu bertentangan dengan Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015," kata Susanto dalam persidangan sebelumnya.
Tidak hanya itu, dia menduga BB tidak naik kelas karena sempat ketahuan merokok oleh pihak sekolah. Padahal BB sudah menjalankan sanksi hukuman karena merokok.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.