Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akankah Anies-DPRD DKI Mengulangi Era Ahok Telat Sahkan APBD?

Kompas.com - 22/11/2019, 20:10 WIB
Nursita Sari,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Temuan Ahok soal "dana siluman"

Ahok kemudian mengumumkan temuan "dana siluman" sebesar Rp 8,8 triliun yang diselipkan lewat beberapa program satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Setelah "anggaran siluman" itu dicoret, pembahasan rancangan APBD berproses sampai rapat paripurna kesepakatan rancangan APBD pada 27 Januari 2015.

Setelah rapat paripurna itu, Ahok menduga ada upaya sejumlah oknum memotong pos-pos prioritas, lalu menambah pos baru ke dalam draf APBD.

Menurut dia, polemik terjadi karena anggota DPRD memotong 10-15 persen anggaran yang sudah disusun, lalu memasukkan rincian anggaran yang totalnya Rp 12,1 triliun.

Rincian itu antara lain anggaran Rp 4,2 miliar untuk pembelian penyimpan listrik cadangan (uninterruptible power supply/UPS).

"Saya tanya ke lurah-lurah di Jakarta Barat, apa betul dia mau membeli UPS seharga Rp 4,2 miliar. Mereka menjawab tak pernah memasukkannya dalam anggaran. Tiba-tiba muncul di anggaran," kata Ahok (Kompas, 25 Februari 2015).

Ahok akhirnya menyerahkan draf dokumen APBD 2015 kepada Kemendagri pada 2 Februari 2015.

Kemendagri mengembalikan dokumen itu pada 6 Februari 2015 dengan alasan belum lengkap.

DPRD DKI menuding, dokumen yang diserahkan eksekutif itu bukan versi APBD yang dibahas bersama eksekutif-legislatif karena tidak ada tanda tangan pimpinan DPRD.

Pada 9 Februari, DPRD akhirnya menyerahkan draf dokumen APBD yang menurut mereka hasil pembahasan bersama eksekutif-legislatif kepada Kemendagri.

"Itu bukan (APBD) yang dibahas bersama dengan DPRD. Kami beritahu ke Kemendagri bahwa itu ilegal. Sudah betul APBD itu dikembalikan Kemendagri karena hak budget ada pada kami," ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik (Kompas, 12 Februari 2015).

Menurut Taufik, DPRD mengirimkan draf APBD versi legislatif kepada Kemendagri supaya ada perbandingan.

Dia menilai eksekutif manipulatif dengan mengirimkan APBD yang disusun sendiri oleh eksekutif.

Polemik APBD tersebut membuat DPRD DKI memutuskan memakai hak angket untuk menyelidiki dugaan pelanggaran Ahok dalam penetapan rancangan APBD 2015.

DPRD menilai tindakan Ahok mengajukan draf APBD 2015 yang bukan hasil pembahasan bersama ke Kemendagri sebagai bentuk pelecehan terhadap institusi DPRD.

Kemendagri kemudian memediasi Pemprov DKI dan DPRD DKI.

Pada 18 Maret 2015, Badan Anggaran DPRD DKI dan tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) DKI Jakarta akhirnya membahas draf APBD hasil evaluasi Kemendagri.

Dokumen yang dibahas adalah draf APBD versi Pemprov DKI.

Namun, pembahasan tersebut buntu hingga batas waktu yang ditetapkan Kemendagri. DPRD dan TAPD DKI Jakarta gagal menyepakati rancangan peraturan daerah (perda).

Delapan dari sembilan fraksi menolak membahas hasil evaluasi karena menganggap draf yang dikirim TAPD ke Kemendagri bukan hasil pembahasan bersama DPRD.

APBD disahkan pakai pergub, bukan perda

TAPD DKI Jakarta kemudian menyiapkan peraturan gubernur karena DPRD DKI tidak menyepakati raperda tentang APBD 2015.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com