"Terus saya datengin, mau dirangkul. Saya bilang, 'Ya sudah pelukan, pelukan aja', terus dia marah," kata Dadang.
Namun, hal itu tak berlangsung lama. Dadang dan para seniman itu akhirnya berdamai kembali.
Perwakilan seniman TIM Radhar Panca Dahana menyebutkan, penolakan itu dilakukan karena tidak ada hubungan antara budaya dengan membangun hotel bintang lima.
"Taman Ismail Marzuki ini adalah rumah kita. Kita harus pertahankan. Bagaimana hubungannya, membangun kebudayaan dengan membangun hotel bintang lima di TIM ini? Sedangkal itukah pemahaman tentang kesenian dan kebudayaan?" ujar Radhar.
Radhar mengatakan, seniman akan melawan jika ruang kebudayaan dimanfaatkan secara komersil.
Baca juga: Seniman Mengaku Belum Pernah Diajak Diskusi Terkait Pembangunan Hotel di TIM
"Yang terjadi sekarang adalah assanisasi terhadap kebudayaan. Terhadap ruang kesenian kita. Ya kalau begini, jangankan gubernur, presiden pun kita lawan," kata Radhar.
Para seniman pun membuat pernyataan yang berisi penolakan pembangunan hotel di TIM termasuk pelibatan Jakpro.
"Menolak pelibatan Jakpro dalam mengurus atau mengembangkan seluruh fasilitas atau isi kompleks TIM. Jika revitalisasi dalam bentuk apa pun tidak melibatkan secara langsung pendapat dan atau kerja para seniman dan seniwati yang ada di dalamnya," ungkap Radhar.
Para seniman di TIM pun mengaku belum diajak diskusi oleh pihak PT Jakpro. Hal itu disampaikan salah seorang pegiat seni, Imam Ma'rif.
"Belum diajak diskusi. Teman-teman seniman tidak ada yang diajak diskusi sama mereka," ujar Imam.
Menurut Imam, revitalisasi hotel di TIM yang menjadi polemik ini harus dibicarakan dengan para seniman.
"Apapun alasan mereka (Jakpro), wajib dibicarakan dengan seniman. Revitalisasinya seperti apa dan bagaimana," ucap Imam.
"Memang membutuhkan ruang yang standar internasional. Artinya perlu juga dibicarakan dengan seniman," tambah dia.
Kata Imam, ada seorang seniman ditunjuk sebagai konseptor revitalisasi bangunan TIM. Namun tidak pernah dibahas rencana pembangunan hotel bintang lima.
Penolakan lainnya juga datang dari seniman Arie F Batubara.
Menurut dia, para seniman sepenuhnya menolak pembangunan hotel karena dirasa akan menggeser citra TIM dari pusat kebudayaan menjadi komersil.
Baca juga: Seniman: Adanya Hotel Merusak TIM Secara Fisik dan Fungsi
"TIM itu bukan kawasan komersil itu intinya tidak boleh ada kawasan komersil di situ, itu tidak bisa ditawar. Kehadiran kawasan komersil akan dengan sendirinya mendegradasi atau mengeliminir fungsi sebagai pusat kesenian," terang Arie.
Menurut Arie, dalam desain masterplan TIM pada tahun 2007 yang dimenangkan oleh arsitek Andra Martin tidak menunjukkan adanya pembangunan hotel.
Maka, seharusnya revitalisasi TIM hanyalah berorientasi pada pengembalian TIM sebagai pusat kesenian bukan menambah tempat komersil.
"Mengembalikan posisi TIM kembali sebagai sebuah art center. TIM itu sudah dirusak bukan baru sekarang sudah terjadi 25 tahun yang lalu. Yang dirusak bukan TIM secara fisik tetapi fungsinya juga," kata dia.