"Begitu ceritanya mas, tapi mending tulis ceritanya Melos saja. Dia sudah punya SIM (Surat Izin Mengemudi) untuk ini (mengendarai boat)," kata dia sambil terkekeh.
Melos yang memegang tuas kendali tertawa kecil. Dia menyahut pada saya, jadi kalau ada razia lalu lintas di depan tujuan kita, tidak perlu khawatir karena dia sudah mengantongi SIM.
"Serius pak sudah punya SIM?" tanya saya antusias.
Mendengar ketertarikan saya, Ali dan Ibrahim justru semakin keras tertawa.
"Mana ada bang, masa ada orang razia di tengah sungai deras gini," kata Ibrahim.
Pembahasan soal SIM itu hanya sebuah candaan di tengah arus Cisadane yang kian deras saat berada di bentuk lengkungan sungai.
Air sungai tersebut mulai membuat pusaran. Sampah-sampah berputar.
Ali meminta agar manufer tuas yang dipegang Moles menghindari pusaran air yang terbentuk di lekukan sungai.
Secara perlahan, Ibrahim mengais sedikit demi sedikit sampah di pinggir pusaran. Katanya, agar gelombang yang terbentuk di dasar sungai berupa tornado bisa terurai lagi.
Mungkin hal tersebut bisa dilakukan dengan mudah jika ukuran sampahnya kecil. Bambu-bambu yang ikut hanyut sepanjang kurang lebih empat meter ikut berputar bersama sampah-sampah kecil.
Bukan hanya berputar, tetapi juga tertancap.
Ali menarik batang bambu tersebut, diperintahkan Melos untuk mengoper gigi mesin tempel 12 PK itu ke arah belakang.
"Mundur-mundur!" kata Ali.
Kompas.com hanya bisa melongo melihat kenekatan Ali menarik-narik bambu yang sudah menancap ke dasar tersebut.
Suara mesin meraung-raung, tak kuat dengan bobot perahu yang besar ditambah beban bambu yang menancap.