Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Emas di Monas: Sumbangan, Ambisi Soekarno, dan Pemborosan

Kompas.com - 05/12/2019, 06:06 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – “Kita membangun Tugu Nasional untuk Kebesaran Bangsa. Saja harap, seluruh Bangsa Indonesia membantu pembangunan Tugu Nasional itu.”

Kalimat itu tumpah pada 29 Juli 1963 dari mulut Soekarno, Presiden RI saat itu. Ucapan ini terlontar 2 tahun setelah Tugu Nasional – kini Monumen Nasional (Monas) – dipasang tiang pancang perdananya di Lapangan Merdeka.

Soekarno boleh jadi terobsesi dengan “kebesaran bangsa”. Sejarah mencatat, Indonesia di tangan Soekarno begitu getol mencalonkan diri sebagai tuan rumah Asian Games 1962.

Mimpi Soekarno terwujud. Indonesia, teristimewa Jakarta, bersolek begitu rupa menyambut Asian Games ke-4 itu.

Baca juga: Cerita Bendera Pusaka yang Batal Disimpan dan Dipamerkan di Monas

Monas hanya satu dari deretan proyek mercusuar Soekarno. Lainnya, Soekarno turut menggagasGelora Senayan (kini Gelora Bung Karno), Tugu Selamat Datang, hingga Hotel Indonesia. 

Proyek-proyek mercusuar yang, dalam pandangan Soekarno, akan memoles pamor bangsa yang baru lepas dari cengkeram kolonialisme di mata internasional.

”Di Monas, ada lorong bawah tanah yang dirancang memberi kesan hampa pada pengunjung saat melewatinya, lalu tumbuh kekaguman, tumbuh ketakjuban saat keluar dari lorong itu dan dihadapkan dengan tugu yang begitu megah,” ungkap penulis buku 50 Tahun Monas, Nunus Supardi, seperti dikutip dari Harian Kompas, 17 April 2019.

Emas dari pengusaha Aceh

Monas adalah salah satu proyek mercusuar paling prestise. Ia dibangun tepat di jantung Ibukota. Emas murni – lambang kemuliaan dan prestise – melapisi puncaknya.

Emas di puncak Monas berbobot lebih dari 30 kilogram. Sekitar 28 kilogram di antaranya, disebut hasil sumbangan dari seorang pengusaha bernama Teuku Markam asal Aceh.

“Äda beberapa catatan resmi, sumbangannya itu sekitar 28 kilogram dari sekitar 38 kilogram emas di puncak Monas. Jadi bisa dibilang yang tidak sumbangan hanya 10 kilogram,” ujar Ketua Komunitas Jelajah Budaya, Kartum Setiawan kepada Kompas.com, Rabu (4/12/2019).

Baca juga: 12 Juli 1975, Kisah ketika Monas Pertama Kali Dibuka untuk Umum...

Kartum menyebut, Markam merupakan satu dari segelintir pengusaha yang dekat dengan Soekarno. Pria kelahiran Panton Labu, Aceh Utara pada 1925 itu menyumbangkan emasnya kepada negara untuk dilebur.

Pemerintah kemudian menggunakannya sebagai pelapis lidah api di pucuk Monas.

Harian Kompas pada 7 Juli 1996 menulis, lidah api di puncak obelisk Monas setinggi 132 meter itu merupakan pengejawantahan langsung dari gagasan Soekarno. Lidah api dianggap sebagai perwujudan kepribadian bangsa Indonesia: ia dinamis, bergerak, dan berkobar.

Dilapis emas, lidah di puncak Monas tampak seperti api menyala di atas obelisk dan cawan Monas yang bentuknya menampilkan metafora kesuburan: pasangan lingga dan yoni sekaligus pasangan alu dan lesung penumbuk padi.

Simbol-simbol ini menyiratkan, Monas memang tak lain dari rangkuman asa Soekarno tentang “kebesaran bangsa”.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Megapolitan
Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Megapolitan
Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP Agar Lebih Tepat Sasaran

Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP Agar Lebih Tepat Sasaran

Megapolitan
Berkunjung ke Rusun Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

Berkunjung ke Rusun Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
Rekam Jejak Chandrika Chika di Dunia Hiburan: Dari Joget 'Papi Chulo' hingga Terjerat Narkoba

Rekam Jejak Chandrika Chika di Dunia Hiburan: Dari Joget "Papi Chulo" hingga Terjerat Narkoba

Megapolitan
Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Megapolitan
Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com