Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Emas di Monas: Sumbangan, Ambisi Soekarno, dan Pemborosan

Kompas.com - 05/12/2019, 06:06 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

Di luar itu, Monas berdiri dengan sokongan gotong-royong warga dari beragam latar belakang, selain juga anggaran pemerintah.

Sumbangan wajib

Harian Kompas pada 17 April 2019 menulis, pemerintah memberlakukan sumbangan wajib dari pengusaha-pengusaha bioskop se-Tanah Air.

Sepanjang November 1961-Januari 1962 tercatat 15 bioskop menyumbang Rp 49.193.200,01. Di dalamnya, misalnya, terdapat sumbangan dari Bioskop Parepare dan Bioskop Watampone, Sulawesi Selatan dan Bioskop Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rp 884.528,85.

Rekapitulasi tahun 1972, total biaya pembangunan Monas mencapai angka Rp 358 juta.

Namun, tak semua satu suara dengan Soekarno, apalagi terhadap gagasannya soal “kebesaran bangsa”.

 

Nyatanya, “kebesaran bangsa” yang diwujudkan lewat kemegahan Monas dan aneka proyek mercusuar tak punya tuah apa pun untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia yang compang-camping di pengujung dekade 1950-an.

Utang pemerintah menggemuk, ekspor lesu, ujungnya dapat ditebak. Inflasi meroket.

Era pengabisan Demokrasi Terpimpin di bawah Soekarno menderita hiperinflasi ratusan persen, berujung pada diberlakukannya pemangkasan tiga angka nol rupiah atau Sanering pada 1965.

Proyek mercusuar Soekarno jadi bulan-bulanan kritik, meski saluran kritik ketika itu belum seterbuka saat ini. Teristimewa emas di puncak Monas pun tak luput dari sorotan.

Harian Kompas melaporkan pada 21 November 1966, Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI) Kotamadya Surabaya merilis pernyataan “usul” pada pemerintah untuk menurunkan emas yang melapisi lidah api Monas.

“Diturunkan dan diuangkan untuk dapat dipergunakan bagi hal-hal yang ‘bersifat produktif’,” tulis Kompas dalam artikel bertajuk "Produktifkan Emas Tugu Nasional".

Usul KAGI Surabaya berangkat dari pertimbangan bahwa Indonesia tengah tercekik hutang luar negeri yang parah dan ekonomi nasional perlu dibenahi.

“Politik mercusuar zaman Orde Lama mengakibatkan pemborosan,” sebut KAGI Surabaya kala itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Megapolitan
Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Megapolitan
Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Megapolitan
Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Megapolitan
Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Megapolitan
Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Megapolitan
Pengurus PAN Sambangi Kantor Golkar Bogor, Sinyal Pasangan Dedie-Rusli pada Pilkada 2024?

Pengurus PAN Sambangi Kantor Golkar Bogor, Sinyal Pasangan Dedie-Rusli pada Pilkada 2024?

Megapolitan
Aduan Masalah THR Lebaran 2024 Menurun, Kadisnaker: Perusahaan Mulai Stabil Setelah Pandemi

Aduan Masalah THR Lebaran 2024 Menurun, Kadisnaker: Perusahaan Mulai Stabil Setelah Pandemi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com