Selain itu, para petugas PJL ini hanya bermodalkan bendera dan peluit sebagai isyarat bagi pengguna jalan untuk berhenti ketika kereta hendak melintas.
Meskipun cuaca tidak menentu, ia harus tetap mengawasi perlintasan kereta.
"Resiko sih kalau jadi PJL. Harus panas-panasan demi menjaga keamanan pengendara kendaraan. Belum lagi kalau hujan, harus siapin payung atau jas hujan. Soalnya kan ini manual semua, jadi ya saya harus ke perlintasan langsung buat nyetop pengendara," tambahnya.
Sulaiman menambahkan, ketika terjadi macet yang cukup parah di Jalan RE Martadinata maupun Jalan Budi Mulya Utama, ia harus memberikan semboyan 3 yang mengisyaratkan bahwa perlintasan kereta yang akan dilewati berstatus tidak aman.
Untuk memberikan semboyan itu, Sulaiman harus berlari 500 meter sambil membawa bendera merah untuk memberhentikan kereta yang hendak melintas.
Ketika ditemui Kompas.com, Sulaiman tidak merasa lelah meskipun terlihat keringat mengucur dari dahinya akibat teriknya matahari dn lari-larian.
Baca juga: Kisah Sulaiman, Bermodalkan Peluit dan Bendera Jaga Pelintasan di Stasiun Ancol
Baginya, ikhlas adalah kunci untuk menjalankan profesinya sebagai petugas PJL.
Pria asal Banten tersebut mengatakan, pekerjaan yang ia jalani tersebut sangat ia nikmati. Bekerja untuk keselamatan orang lain ditekuninya dengan tulus hati.
"Semua pekerjaan itu berat, tetapi demi istri dan anak, harus dijalani tanpa pamrih," kata Sulaiman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.