TANGERANG, KOMPAS.com - Dengan seragam olahraga dan topi, Afian Rully tampak berjaga. Saku bajunya bertuliskan BMKG, dengan lambang khas berbentuk lingkaran yang menjadi ciri Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Salah satu tugasnya adalah mengganti kertas untuk mengecek gelombang panas yang terjadi secara manual. Bola kaca bundar tersebut akan membakar dengan derajat tertentu dari pergerakan matahari di tiap harinya.
"Saya sudah dari 1984 di sini. Waktu saya naik ke menara untuk mengecek alat-alat cuaca, curug yang sekarang tertutup Novotel di TangCity itu terlihat jelas," kata dia saat ditemui Kompas.com, Jumat (6/12/2019), lalu.
Rully kini menjadi kepala observasi di Stasiun Geofisika Klas 1 Tangerang. Kantor BMKG khusus membaca pergerakan lempeng bumi dan aktivitas magnetik di Wilayah II Indonesia.
Wilayah II yang dimaksud terbentang dari Bengkulu hingga ujung provinsi Jawa Barat. Terdapat setidaknya ada 30 sensor yang dipantau oleh lima tim di bawah pimpinan Rully.
Baca juga: Ahli BMKG Jelaskan Kondisi Tektonik yang Bikin Maluku Sering Gempa
Mereka bekerja 24 jam nonstop, memastikan tidak ada gempa bumi dahsyat, khususnya disusul tsunami yang bisa meluluhlantakkan wilayah II, yang menjadi tanggung wilayah kantor tersebut.
Rully tidak sendiri, dia dibantu Kepala Data dan Informasi BMKG Kota Tangerang Urip Setiyono yang mengolah ratusan data masuk dari sensor untuk diteruskan ke Pusat Data dan Informasi BMKG Jakarta.
"Jika gempanya di bawah Magnitudo 5, kami akan menangani informasinya. Jika di atas itu, kami akan berikan ke pusat untuk diteruskan ke masyarakat," kata Urip.
Koordinasi antara daerah dan pusat menjadi sangat penting karena bentuk data di kantor pusat lebih lengkap dari seluruh daerah. Itu sebabnya penanganan dengan skala Magnitudo yang tinggi diolah langsung di kantor Pusat BMKG.
Bersama Urip dan Rully, Kompas.com berkesempatan memasuki ruangan observasi di kantor BMKG Kota Tangerang.
Dua layar besar berukuran kurang lebih 41 inci terpasang di dinding ruangan, ada enam layar monitor sebesar 21 inci berderet menunjukan data-data terbaru yang dikirimkan oleh sensor yang tersebar di wilayah II BMKG.
Dua layar di dinding atas konsisten menampilkan grafik getaran tektonik sedangkan layar kedua menampilkan pergerakan arah angin dan prakiraan cuaca yang dari sensor yang dimiliki BMKG.
Baca juga: Pemerintah Temukan Patahan Tektonik Sepanjang 3 Km di Babel
"Ini bukan (satelit) Himawari, ini sensor cuaca milik kita sendiri," kata Urip.
Di ruangan tersebut lima orang bekerja bergiliran menjadi penjaga raungan bumi, mulai dari gempa bumi sampai sambaran petir dari langit. Malam satu orang, pagi dua orang, sore dua orang. Begitu kata Rully sambil menujuk para petugas yang sedang asyik mengupulkan data terbaru hari itu.
Setelah keluar dari ruang observasi, Urip dan Rully mengantarkan Kompas.com ke sebuah sensor gempa yang tertanam di halaman kantor BMKG. Sambil bercerita, letak ideal dari sensor gempa sulit terealisasi di Indonesia.