"Jika dalam hati kita meyakini bahwa penampakkan dan roh jahat ada, pasti ada. Namun jika kita mengelak dan tidak percaya akan hal tersebut maka tidak akan ada kejadian," ucap dia.
Terlepas dari kesan angker yang tak terlalu dipedulikannya, Pak Tole merasa nyaman tidur beralaskan makam. Menurut dia, tempat tidurnya itu cukup dingin dan jauh dari kebisingan. Dia mengaku tak mau tidur di gubukan liar yang berdiri di sekitar makam.
"Di sana ramai, saya enggak biasa tidur ramai begitu," ujarnya.
Pria asal Cirebon tersebut mengaku dirinya memiliki rumah di Citayam, Jawa Barat. Namun, dia lebih memilih tinggal di lokasi ini karena lebih praktis.
"Kalau pulang ke sana (Citayam) jauh, capek bolak baliknya, di sini kan praktis," katanya sambil tertawa.
Pak Tole biasa terlelap tengah malam hingga pukul 07.00 di atas makam seorang jenaazah keturunan Tionghoa itu. Saat matahari mulai tinggi, dia harus buru-buru pindah ke makam lain yang agak menjauh supaya tidak diketahui orang lailn.
Pria berusia 60 tahun itu pun bercerita mengenai kesehariannya dalam menjaga makam yang telah dititipkan ahli waris dari orang yang sudah meninggal.
Setiap harinya, ia menjaga makam dari kerusakan, serta coretan.
"Paling jagain ini (makam) biar enggak rusak atau apa, kalau dicoret dikit di pinggirnya tidak apa tapi kalau di nisannya itu nanti saya yang dimarahi," kata Pak Tole sambil menunjuk coretan di dinding makam China.
Dari pekerjaannya ini, ia meraup rupiah tidak banyak, sekitar Rp 40.000-Rp 100.000 dari satu makam yang dipercayai untuk dijaga dan diperpanjang masa sewanya.
Jika terdapat makam yang tidak lagi membayar biasa sewa perpanjangan, nantinya akan digantikan dengan makam orang lain.
"Ya cukup enggak cukup sih (uangnya), ini kan paling lama ya tiga tahun sekali bayar untuk perpanjang, beda-beda yang Islam ada sekira Rp 40.000 hingga Rp 100.000 tergantung blok-bloknya. Nah nanti kalau sudah tiga tahun enggak bayar itu ditelponin yang punya ahli waris mau diperpanjang atau enggak," tambahnya.
Upah yang diterimanya tersebut sangat berbanding terbalik dengan Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan (PJLP) yang bertugas membersihkan sampah yang berserakan dari mulai daun kering hingga sampah plastik di TPU tersebut.
Menurut dia, petugas PJLP memiliki upah UMR sekira Rp 3,6 juta yang dibayarkan oleh pemerintah.
Tetapi, menurut Tole, pekerja PJLP tersebut tidak terjamin dalam hal pensiunan dan bisa saja sewaktu-waktu sudah tidak dipakai lagi sebagai pekerja kontrak.
Meskipun hanya mengandalkan pekerjaan tersebut yang terbilang memiliki upah sedikit, Tole pun bersyukur atas apa yang telah dikerjakannya karena dipercaya oleh orang lain untuk menjaga makam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.