Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan WNA Dideportasi, Pakar Sebut Bukti Pengawasan Imigrasi Longgar

Kompas.com - 09/12/2019, 18:14 WIB
Singgih Wiryono,
Jessi Carina

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Muzakkir mengatakan penyebab banyaknya Warga Negara Asing (WNA) ilegal yang masuk ke Indonesia bisa dikatakan bentuk kelalaian pihak Imigrasi.

Pasalnya, WNA ilegal tersebut bisa masuk ke Indonesia tanpa dokumen keimigrasian yang lengkap dan akhirnya harus dijaring terlebih dahulu untuk dideportasi.

"Perbuatan kurang ketat Imigrasi untuk melihat fenomena orang yang mau masuk ke Indonesia itu," jelas dia saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (9/12/2019).

Tidak hanya itu, Muzakkir menjelaskan ada banyak WNA yang sudah habis izin tinggal di Indonesia dan tidak bisa diawasi.

Seharusnya, lanjut Muzakkir, Imigrasi bisa membuat suatu manajemen agar setiap WNA yang datang ke Indonesia bisa diawasi kapan tenggat waktu izin tinggalnya berakhir.

Baca juga: 626 WNA Dideportasi Sejak Awal 2019

Seperti kasus 25 WNA asing yang ditahan oleh Kantor Imigrasi Non TPI Kelas I Kota Tangerang, enam di antaranya memiliki paspor. Akan tetapi izin tinggalnya sudah kadaluarsa selama tiga bulan.

Sedangkan 19 dari WNA yang ditahan malah tidak memiliki dokumen keimigrasian yang jelas. Hal tersebut, lanjut dia, memperlihatkan kelonggaran pintu masuk WNA ilegal tanpa dokumen yang jelas.

"Dengan demikian Imigrasi harus evaluasi kembali bagaimana manajemen kok bisa lolos," kata Muzakkir.

Guru Besar Fakultas Hukum UII Yogyakarta ini menilai saat ini Imigrasi terlihat fokus kepada kedatangan WNA saja. Padahal, lanjut dia, Imigrasi berkewajiban untuk mengawasi dan bertanggung jawab atas WNA yang berada di wilayah Indonesia.

Muzakkir mengusulkan agar Imigrasi bisa lebih memperketat pengawasan WNA di Indonesia dengan cara mendata lebih detil hingga ke tempat tinggal WNA tersebut.

"Awasi di mana dia menetap, sehingga sewaktu-waktu harus ditelepon dia tinggal di mana, siapa yang bertanggungjawab di situ," pungkas dia.

Baca juga: WNA Ilegal Masuk Indonesia dengan Bantuan WNI

Adapun sebanyak 626 Warga Negara Asing dideportasi dari Indonesia melalui Kantor Imigrasi Non TPI Kelas 1 Kota Tangerang.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, Imam Suyudi mengatakan jumlah tersebut terhitung dari awal tahun 2019 sampai dengan 9 Desember 2019.

"Di antaranya 599 orang laki-laki, 27 orang perempuan," ujar dia saat ditemui Kompas.com di Kantor Imigrasi Non TPI Kelas 1 Kota Tangerang, Senin (9/12/2019).

Dari jumlah keseluruhan tersebut, Imam melanjutkan mayoritas WNA dideportasi lantaran pelanggaran penyalahgunaan izin keimigrasian. 610 diantaranya melakukan pelanggaran tersebut.

Sisanya adalah empat orang dengan pelanggaran narkotika dan enam orang berstatus kriminal.

"Enam orang lagi melanggar Undang-Undang Kesehatan," tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Megapolitan
Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Cerita Warga 'Numpang' KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Cerita Warga "Numpang" KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Megapolitan
Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Megapolitan
Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Megapolitan
Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Megapolitan
Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Megapolitan
Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Megapolitan
Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Megapolitan
Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Megapolitan
Heru Budi Minta Kadis dan Kasudin Tingkatkan Pengawasan Penggunaan Mobil Dinas oleh ASN

Heru Budi Minta Kadis dan Kasudin Tingkatkan Pengawasan Penggunaan Mobil Dinas oleh ASN

Megapolitan
Usai Dicopot, Pejabat Dishub DKI yang Pakai Mobil Dinas ke Puncak Tak Dapat Tunjangan Kinerja

Usai Dicopot, Pejabat Dishub DKI yang Pakai Mobil Dinas ke Puncak Tak Dapat Tunjangan Kinerja

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com