Padahal dalam rapat Komisi E DPRD DKI Jakarta bersama Dinas Pendidikan sebelumnya, anggaran pembangunan SMK Pariwisata 74 itu telah disetujui.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik menyinggung bahwa membangun boarding school jangan dilakukan tiba-tiba.
Baca juga: Tarik Ulur Pengesahan SMKN 74, Boarding School Perdana Pemprov DKI Jakarta untuk Warga Miskin
Apalagi Pemprov DKI tidak menyajikan kajian cukup matang tentang sekolah berbasis asrama itu.
"Boarding school itu syaratnya pertama buat anak miskin bukan kaya, baru abis itu pintar, kalau orang-orang enggak pintar masuk boarding school bakal 50 sekolah bakal ditutup, kami minta tiga tahun lalu dinas pendidikan enggak pernah nunjukin, tiba-tiba sekarang bangun gedungnya dulu katanya," ungkap Taufik dalam rapat.
Taufik pun meminta agar dilakukan pengkajian kembali dan mengajak Disdik DKI untuk menyepakati penundaan pembangunan boarding school hingga tahun 2021.
"Kalau sudah benar nanti 2021 mau dibikin wilayah satu, kita dorong mau bangun gedung, ini saya ingatkan jangan cuma bangun gedung sekolah, bapak sepakatinlah ini ditunda dua tahun," lanjutnya.
Senada dengan Taufik, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi juga meminta Disdik DKI untuk meyakini DPRD baik dari segi rencana, baik dari segi kurikulum, dan lainnya terkait urgensi pembangunan boarding school.
"Saya minta tolong itu dikaji dulu. Kita punya duit banyak, tapi kalau cuma pasang sarana sana sini itu (enggak bisa)," tutur Pras.
Anggota Badan Anggaran Lukmanul Hakim juga menyuarakan penolakan agar sekolah asrama belum dianggarkan tahun ini.
Ia menyarankan bahwa rencana harus dimatangkan supaya lulusan SMK bisa berkualitas.
"Bagaimana mengatasi bukan menjadi pengangguran lagi, tetapi bagaimana bisa menjadi pekerja yang dibutuhkan. Saya setuju dengan pimpinan Taufik, tentu kepala dinas perlu dikaji Pak, jangan bentuk boarding school terus Pak," kata dia.
Prasetio pun akhirnya memutuskan untuk mencoret anggaran tersebut dengan mengetuk palu.
"Oke terima kasih saya putuskan untuk di-drop dulu ya," tutupnya.
Salah satu mata anggaran yang paling disorot adalah anggaran sebesar Rp 19,8 miliar untuk tim gubernur untuk percepatan pembangunan (TGUPP).
Rapat pun sempat berlangsung alot karena semua fraksi mengeluarkan pandangan yang berbeda baik menolak maupun menyetujui anggaran untuk tim pembantu gubernur itu.