TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Keberadaan MRT yang nantinya akan melintasi wilayah Tangerang Selatan dinilai menjadi ancaman untuk transportasi umum lainnya.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Yusron Siregar mengatakan keberadaan MRT akan memengaruhi angkutan umum di Tangerang Selatan yang selama ini didominasi dengan angkot.
"Kalau masalah terancam pasti. Kita nggak usah muluk-muluklah, pasti sangat mempengaruhi angkutan kita," kata Yusron saat dihubungi, Selasa (10/12/2019).
Namun Yusron tidak bisa berbuat banyak jika hal tersebut sudah menjadi kebijakan pemerintah.
Apalagi wacana tersebut disambut baik oleh masyarakat untuk menghindari kemacetan dengan menggunakan transportasi umum yang layak.
"Tapi kalau itu sudah aturan pusat mau bilang apa kita? Kita paling hanya bisa membenahi diri," katanya.
Yusron mengaku keberadaan MRT melintasi wilayah Tangerang Selatan telah dikeluhkan oleh sopir dan pemilik angkutan umum itu sendiri.
Baca juga: Wacana MRT Sampai Tangsel, Warga Minta Rutenya Lintasi Jalur Macet
Mereka beranggapan MRT bisa mengurangi pendapatan selama ini.
"Kalau keluhan sudah banyak ke kita. Karena pasti kehilangan penghasilan kan. Kalau kata mereka kehilangan pendaringan. 'waduh pendaringan kita dirampok mulu' kata sopir angkot begitu," katanya.
Berdasarkan data yang dimikiki Organda, saat ini tercatat ada 3.000 unit angkutan umum jenis angkot yang melintas di Tangerang Selatan.
Angka tersebut menurun dari yang sebelumnya mencapai 5.000 unit karena keberadaan ojek online yang kian marak.
"Kalau untuk angkot itu paling tinggal 3.000-an. Sudah banyak yang mati suri juga. Itu 3.000 dari (sebelumnya) 5.000," ujarnya.
Namun, baru sekitar 200 unit yang masuk dan menjadi anggota koperasi maupun yayasan berbadan hukum sesuai anjuran pemerintah.
Baca juga: MRT Tangsel Akan Jadi Kantong Penumpang
"Masih per orang kebanyakan. Tangerang Selatan berbadan hukum masih kecil. Masih lambat kita perkembangannya," tuturnya.
Yusron menilai keberadaan MRT nantinya juga akan menambah beban para sopir dan pemilik angkutan umum yang selama ini beroperasi.
Karena sebelumnya mereka harus mengeluhkan tentang keberadaan ojek online yang dinilai dapat memangkas penghasilan mereka.
"Seperti selama ini kan dengan ada online ribut ribut, susah (cari pendapatan)," katanya.
Setelah sempat ada perdebatan dengan adanya ojek online tersebut, akhirnya para sopir dan pemilik angkutan umum menyesuaikan diri dengan aturan dan tarif masing-masing.
"Akhirnya kita menyesuaikan diri juga sama-sama jalan. Jadi kalau tantangan sudah pasti ada," tutur Yusron.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.