BEKASI, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan mengurusi polemik Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) di Kota Bekasi.
Pemerintah Kota Bekasi sempat meminta rekomendasi KPK, sebab program yang telah berjalan 7 tahun itu dipaksa terintegrasi dalam sistem BPJS Kesehatan pada akhir 2018 oleh Presiden RI Joko Widodo.
Jika tidak terintegrasi, KS-NIK berpeluang tumpang-tindih dengan BPJS Kesehatan.
Dalam surat balasan KPK kepada Pemkot Bekasi pada 29 November lalu, KPK merekomendasikan agar KS-NIK diintegrasikan dengan BPJS Kesehatan sesuai Perpres Nomor 82 Tahun 2018.
KPK memberi saran, KS-NIK dapat tetap berlanjut tetapi dengan jenis program jaminan kesehatan daerah (jamkesda) yang melengkapi/komplementer dengan BPJS Kesehatan.
Dalam analisisnya, Kepala Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan melihat ada kelompok warga yang rentan tak mendapatkan jaminan kesehatan apa-apa.
Baca juga: KPK Dukung Kartu Sehat Kota Bekasi Jadi Penambal Celah BPJS Kesehatan
Mereka merupakan warga yang secara ekonomi tidak masuk kategori miskin. Namun mereka , tidak cukup dana buat membayar iuran bulanan BPJS Kesehatan. Mereka juga tak didaftarkan kepesertaan BPJS-nya oleh tempat mereka bekerja.
Besar kemungkinan, mereka tak ikut membayar juran bulanan BPJS Kesehatan. Jika begini, besar pula peluang mereka ditolak jika ingin mengklaim biaya berobat dengan BPJS Kesehatan.
"Kan BPJS sekarang kalau menunggak iuran tidak dilayani, kecuali ia masuk kategori PBI (penerima bantuan iuran). Nah mereka ini yang oleh pemerintah daerah dilayani dengan Jamkesda, hanya tetap dengan kelas 3. Itu kami setuju yang begitu," kata Pahala, Selasa (10/12/2019).
"Jadi lebih ke pemerintah daerah merasa mereka yang ditolak BPJS itu juga masyarakatnya. Maka dia harus dilayani juga dong, ya sudah pakai saja itu Jamkesda," imbuhnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.