Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Skema Komplementer Kartu Sehat Bekasi dengan BPJS Kesehatan ala KPK

Kompas.com - 10/12/2019, 19:42 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan mengurusi polemik Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) di Kota Bekasi.

Pemerintah Kota Bekasi sempat meminta rekomendasi KPK, sebab program yang telah berjalan 7 tahun itu dipaksa terintegrasi dalam sistem BPJS Kesehatan pada akhir 2018 oleh Presiden RI Joko Widodo.

Jika tidak terintegrasi, KS-NIK berpeluang tumpang-tindih dengan BPJS Kesehatan.

Dalam surat balasan KPK kepada Pemkot Bekasi pada 29 November lalu, KPK merekomendasikan agar KS-NIK diintegrasikan dengan BPJS Kesehatan sesuai Perpres Nomor 82 Tahun 2018.

KPK memberi saran, KS-NIK dapat tetap berlanjut tetapi dengan jenis program jaminan kesehatan daerah (jamkesda) yang melengkapi/komplementer dengan BPJS Kesehatan.

Dalam analisisnya, Kepala Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan melihat ada kelompok warga yang rentan tak mendapatkan jaminan kesehatan apa-apa.

Baca juga: KPK Dukung Kartu Sehat Kota Bekasi Jadi Penambal Celah BPJS Kesehatan

Mereka merupakan warga yang secara ekonomi tidak masuk kategori miskin. Namun mereka , tidak cukup dana buat membayar iuran bulanan BPJS Kesehatan. Mereka juga tak didaftarkan kepesertaan BPJS-nya oleh tempat mereka bekerja.

Besar kemungkinan, mereka tak ikut membayar juran bulanan BPJS Kesehatan. Jika begini, besar pula peluang mereka ditolak jika ingin mengklaim biaya berobat dengan BPJS Kesehatan.

"Kan BPJS sekarang kalau menunggak iuran tidak dilayani, kecuali ia masuk kategori PBI (penerima bantuan iuran). Nah mereka ini yang oleh pemerintah daerah dilayani dengan Jamkesda, hanya tetap dengan kelas 3. Itu kami setuju yang begitu," kata Pahala, Selasa (10/12/2019).

"Jadi lebih ke pemerintah daerah merasa mereka yang ditolak BPJS itu juga masyarakatnya. Maka dia harus dilayani juga dong, ya sudah pakai saja itu Jamkesda," imbuhnya.

Pahala setuju jika Pemerintah Kota Bekasi akan menggunakan KS-NIK buat menyasar kelompok rentan itu.

Merujuk ke pernyataan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, saat ini ditaksir ada sekitar 500.000 warga Kota Bekasi yang belum terdaftar dalam BPJS Kesehatan. Mereka bisa dikategorikan dalam kelompok rentan menurut istilah Pahala Nainggolan.

Selain itu, lanjut Pahala, KS-NIK harus diperlakukan sebagai penambal celah-celah layanan kesehatan yang tidak dapat diklaim dalam layanan BPJS Kesehatan, seperti gizi, ambulans, dan berbagai hal lain.

"Itu yang dimaksud oleh KPK dengan skema komplementer. Jamkesda meng-cover layanan dan orang-orang yang tidak ter-cover oleh BPJS Kesehatan. Karena kan BPJS tidak melayani 100 persen," ungkap Pahala.

Polemik penangguhan sementara KS-NIK sempat ramai diperbincangkan warga Kota Bekasi. Di atas kertas, program KS-NIK lebih menarik minat warga Kota Bekasi untuk ikut serta karena tidak dipungut iuran seperti BPJS Kesehatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com