JAKARTA, KOMPAS.com - Tak jauh dari pemakaman Menteng, terdapat saung kecil seluas 3x4 meter beratapkan seng bekas, dan bercat merah putih.
Saung itu bernama Bilik Pintar (BILPIN), sebuah lembaga pendidikan informal yang berlokasi di Kampung Penampungan Ghasong, Kelurahan Menteng Atas, Jakarta Selatan.
BILPIN digagas oleh Teguh Suprobo atau yang disapa Bowo yang merupakan aktivis Rumah Kedaulatan Rakyat yang ikut bermukim di sana.
Bowo berujar, BILPIN terbentuk karena dia miris dengan banyaknya anak-anak yang tidak mendapat pendidikan layak.
Baca juga: Mengenal Bilik Pintar, Tempat Belajar di Antara Gunungan Sampah
“Motivasi saya membentuk BILPIN karena saya ingin melihat anak-anak dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan layak,” ujar dia saat ditemui Kompas.com, Jumat (13/12/2019).
Ia berpendapat, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan layak, karena hal itu sudah diatur dalam undang-undang.
“Saya ingin semua anak bangsa dapat pendidikan layak. Cukup saya saja yang bernasib seperti ini,” tambahnya.
Baginya, pendidikan adalah sebuah investasi penting dalam kehidupan.
“Jangan bernasib seperti saya. Jangan jadi orang miskin, larilah dari kemiskinan. Karena miskin itu termasuk sifar kufur di dalam Alquran,” ujarnya.
Bowo berujar, ia membentuk Bilik Pintar agar nantinya anak-anak penerus bangsa ini tidak lagi terjebak dalam kemiskinan.
"Pendidikan itu juga kunci agar kita bisa lolos dari kemiskinan. Kalau kita pintar, kita pasti akan dicari orang," kata pria kelahiran Brebes ini.
Diawali dengan suka duka yang dirasakan kaum kusam, istilah yang ia gunakan untuk menyebut rakyat miskin, Bowo berinisiatif untuk membentuk lembaga pendidikan yang tidak terjangkau oleh negara untuk anak-anak kurang mampu.
“Lembaga-lembaga seperti ini harus ada karena untuk mematahkan stigma bahwa negara abai dan tidak menjangkau. Mencerdaskan anak bangsa tidak harus menunggu, tetapi harus dimulai dari gerakan,” ujar pria yang menyukai sejarah ini.
Untuk menyebut anak didiknya, Bowo memanggil mereka dengan sebutan “anak bangsa”. Menurutnya, “anak didik” memiliki makna sempit.
“Anak-anak yang belajar di sini adalah ‘anak bangsa’, bukan ‘anak didik’. Merekalah yang akan menjadi penerus bagi bangsa Indonesia, yang kelak akan membangun Indonesia kita tercinta,” ungkapnya sambil berapi-api.
Bowo berharap, Bilpin mampu membawa semangat bagi anak-anak pemulung dan yang kurang beruntung hingga pada akhirnya bisa mengubah nasib mereka.
"Saya menaruh harapan pada mereka yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa ini," ujar pria berambut panjang ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.