BEKASI, KOMPAS.com - Tim Ikatan Advokat Patriot Indonesia resmi mendaftarkan permohonan uji materiil terhadap Perpres RI Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 102 tentang Integrasi Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung (MA).
Ketua Tim Ikatan Advokat Patriot Herman menyatakan, pendaftaran uji materiil ini telah masuk ke MA pada Senin (16/12/2019) lalu.
"Terhitung 14 hari sejak hari ini, untuk disampaikan kepada Presiden (RI, Joko Widodo) agar selaku termohon memberikan tanggapan. Bila termohon tidak memberi tanggapan, dianggap tidak menggunakan haknya untuk menanggapi, maka perkara jalan terus," ujar Herman dalam konferensi pers di Kantor Pemerintah Kota Bekasi, Selasa (17/12/2019).
Langkahi Undang-Undang, rugikan warga Kota Bekasi
Dalam pandangan Tim Advokat Patriot, Perpres yang diteken Presiden RI Joko Widodo pada akhir 2018 lalu itu "bersifat monopoli, ada unsur pemaksaan, merugikan hak-hak pemohon, dan dinilai cacat hukum".
Perpres yang diteken Presiden RI Joko Widodo akhir 2018 lalu itu dianggap melangkahi amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang ada di atasnya -- yang mengatur bahwa kesehatan merupakan urusan wajib pemerintah daerah dalam prinsip otonomi daerah.
Akibat ditekennya Perpres itu, program Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) gratis keluaran Pemerintah Kota Bekasi sebagai jaminan kesehatan daerah harus dilebur dalam program BPJS Kesehatan yang berbayar pada 2020.
Baca juga: Polemik Kartu Sehat, Tim Advokat Bekasi Resmi Uji Materi Peraturan Jokowi ke MA
Hal ini menimbulkan pro-kontra. Di atas kertas, program KS-NIK seakan lebih berpihak pada warga ketimbang BPJS Kesehatan karena tidak berbayar.
Gelombang unjuk rasa pun beberapa kali terjadi mendesak agar program KS-NIK tetap berlanjut, karena Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi telah menerbitkan surat edaran untuk penangguhan sementara KS-NIK untuk evaluasi dan penyusunan skema baru.
Namun, di sisi lain, KPK menganggap bahwa program KS-NIK -- seperti jaminan kesehatan daerah pada umumnya -- berpotensi memuat kecurangan, membebankan anggaran daerah, dan menimbulkan klaim biaya kesehatan ganda dari rumah sakit.
Maka, dalam uji materiil ke MA ini, sebanyak 56 warga Kota Bekasi pengguna KS-NIK yang tersebar di 56 kelurahan menjadi pemohon. Mereka tak mesti pejabat lokal di kelurahan masing-masing.
"Sebenarnya banyak sekali warga yang mau memberikan kuasa kepada kami, tapi kami batasi masing-masing kelurahan satu orang warga saja," Herman mengklaim.
Baca juga: Gugatan Aturan Jokowi soal Kartu Sehat ke MA Atas Nama 56 Warga, Bukan Pemkot Bekasi
Ia menyebut, 56 warga inilah representasi dari para pengguna KS-NIK Kota Bekasi yang dirugikan, karena program itu harus dilebur dalam BPJS Kesehatan yang berbayar -- sesuai instruksi Perpres Nomor 82 Tahun 2018 yang tengah digugat.
"Syarat untuk mengajukan uji materiil itu salah satunya (oleh warga negara Indonesia) yang merasa hak-haknya dirugikan," ujar Herman.
"Nah, 56 masyarakat tadi yang tersebar di 56 kelurahan itu adalah warga negara Indonesia, yang dibuktikan dengan KTP Kota Bekasi, NIK Kota Bekasi, dan mereka harus memiliki Kartu Sehat," ia menjelaskan.