Meski usianya paling muda karena dibangun pada tahun 1965, bukan berarti warga Kampung Sawah belum ada yang menganut muslim pada saat gereja sudah dibangun atau bahkan sudah ada jauh sebelum gereja dibangun.
"Dulu, tempat ibadah warga beragama Islam di sini hanya musholla. Kenapa akhirnya dibangun masjid itu karena pada tahun 1965 pemerintah lewat gestapo yang datang kemari menegaskan untuk yang Islam ibadah lah di masjid, yang Kristen ibadah lah gereja," ujar Rahmadin Afif, Pemuka Agama Islam Kampung Sawah yang juga pendiri Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi.
Masjid ini berada di area yang memiliki luas 1 hektar.
Baca juga: Semangat Keberagaman Natal dari Kampung Sawah...
Jadi di dalam area ini tidak hanya ada masjid, ada juga sekolah, asrama, pesantren, dan GOR Yasfi yang biasa dipakai sebagai pertemuan untuk acara wisata religi yang diikuti banyak agama.
Lahan yang dipakai untuk membangun masjid Agung Al-Jauhar Yasfi dulunya adalah sawah.
Kalau Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi dulunya adalah sawah, GKP Kampung Sawah ini sempat berpindah-pindah tempat sampai akhirnya berada di posisi segitga emas sekarang.
Beberapa tahun setelah 1874, jemaat GKP Kampung Sawah melaksanakan kebaktian di rumah Laban Rikin.
Laban Rikin merupakan salah satu pemimpin kelompok jemaat yang sempat terpecah sebelum disatukan kembali oleh Pendeta C. Albers.
Gereja yang terus mengalami perubahan ini (dari luas bangunan 13 x 16 m hingga 21 x 10 m) GKP kini sudah bisa menampung 1.000-2.000 jemaat.