Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puluhan Kilometer Ditempuh Saima untuk Berjualan Terompet

Kompas.com - 28/12/2019, 06:55 WIB
Tia Astuti,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Akhir tahun sudah di depan mata, semua orang akan merayakannya dengan cara mereka sendiri. Cara paling umum untuk merayakan malam pergantian tahun adalah dengan berkumpul.

Saat sedang berkumpul, biasanya ada saja teman atau anggota keluarga yang meniup terompet ketika pukul 23.59 berubah menjadi pukul 00.00 dan berubah lah 31 Desember menjadi 1 Januari.

Terompet memang sangat identik dengan perayaan pergantian tahun. Namun, di balik terompet yang bisa ditiup semua orang, ada perjuangan yang dilalui perajin dan penjual terompet.

Di seberang Depo Biru dan Sons, Pinangsia, Kota Tua, Jakarta Barat ada ruko-ruko yang sudah tutup. Di depan ruko-ruko itu ada sepasang suami istri yang sedang membuat terompet dengan beralaskan tikar anyam tipis. Mereka adalah Saima (wanita kelahiran 1986) dan Ujang (pria kelahiran 1974).

Baca juga: Jelang Tahun Baru, Penjualan Terompet Lesu, Omzet Turun 75 Persen

Mereka tidak berjualan sendirian, di kiri dan kanan mereka ada tiga pedagang terompet lain. Mereka menunggu pembeli dengan duduk dan melamun. Ada juga yang menunggu pembeli sambil menikmati teriknya panas Kota Jakarta dengan hanya celana pendek.

Saima dan Ujang yang duduk dikelilingi puluhan terompet langsung sigap menawarkan terompet ketika ada yang menghampiri lapak mereka, meskipun mereka sedang serius menyatukan badan terompet dengan mulut terompet.

"Mau yang mana, dek?" tanya Ujang kepada pembelinya.

Membawa ratusan terompet dari Sukatani

Saima dan suami sudah berjualan sejak 2003. Selain berjualan mereka juga membuat sendiri terompet-terompet yang mereka jual. Mereka benar-benar hanya berdua dalam membuat terompet yang mereka jual.

"Ya berdua aja kalo bikin terompet mah. Kalo nyuruh orang keluar duit lagi, enggak ada duitnya," ujar Saima dengan logat khas Bekasi.

Saima dan suami bisa membawa ratusan terompet karena dia sudah menjual terompet-terompetnya satu minggu sebelum malam tahun baru dirayakan. Mereka membawa terompet-terompet ini dengan mobil bak.

Baca juga: Zaman Berganti, Peminat Terompet Karton Tidak Seramai Dulu

"Suami saya udah mondok di daket sini dari sabtu kemarin (21/12/2019) kalo saya baru hari ini datang ke sini bantu jualannya," ujar Saima.

Selain itu alasan Saima dan suami bisa membawa ratusan terompet dari Sukatani ke Jakarta karena mereka sudah punya pelanggan yang tiap tahunnya bisa memesan sampai 200 terompet. Pelanggan mereka adalah salah satu hotel di kawasan Senayan.

Kerugian dari isu bakteri berangsur membaik

Naik turun tentu pernah dirasakan semua pedagang, termasuk dalam kehidupan usaha terompet yang dijalani Saima dan Ujang.

Pada tahun 2016 bukan untung yang mereka dapat melainkan buntung. Isu bakteri dari terompet yang sudah ditiup pedagang membuat mereka tidak dapat menjual satu terompet pun di tahun itu.

Baca juga: Soal Durian hingga HIV Tersebar karena Terompet, Ini 3 Hoaks Kesehatan pada 2018

Di tahun-tahun sebelum 2016 mereka bisa mendapat penghasilan kasar sebesar Rp 6 juta rupiah dengan keuntungan bersih Rp 3-4 juta. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Megapolitan
Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Megapolitan
Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com