BEKASI, KOMPAS.com - Warga Pondok Gede Permai, Jatiasih, Kota Bekasi dilanda bencana bertubi-tubi setelah banjir menerjang rumah mereka saat memasuki Tahun Baru 2020, Rabu (1/1/2020) lalu.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi mencatat, Perumahan Pondok Gede Permai jadi satu dari sekian perumahan yang terendam banjir setinggi 6 meter di Kecamatan Jatiasih.
Di saat yang sama, Jatiasih merupakan kecamatan dengan kedalaman banjir paling parah seantero Kota Bekasi.
Baca juga: Sepekan Lebih Pascabanjir, Lumpur di Pondok Gede Permai Bekasi Masih Sebetis
Jejak-jejak banjir parah itu masih tampak jelas hingga hari ini. Atap rumah warga, bahkan rumah dua lantai pun, lapuk. Dindingnya kusam kecokelatan mengandung sisa-sisa lumpur.
Dahan-dahan pohon tinggi bukan hanya didominasi warna hijau, tetapi jadi warna-warni. Pohon-pohon tersebut dihiasi sampah plastik yang dibawa banjir dan tersangkut di sana.
Satu jejak petaka yang tak dapat ditampik di perumahan yang terletak persis di tepi Kali Bekasi itu adalah: lumpur.
Perumahan Pondok Gede Permai (PGP) terletak dekat titik nol kilometer Kali Bekasi, yakni pertemuan dua arus sungai besar dari Kabupaten Bogor: Sungai Cileungsi dan Cikeas.
Kedua arus sungai itu menyatu tak jauh dari PGP, menjadi aliran Kali Bekasi.
Di sekitar PGP, tanggul tinggi sudah dibangun untuk mencegah arus pertemuan dua sungai itu merangsek ke perumahan. Tingginya sekitar 4-5 meter, selevel dengan atap rumah satu lantai warga.
Kompas.com beberapa kali menyusuri PGP selepas diterjang banjir, baik gang-gangnya maupun dari atas tanggul.
Besarnya daya hancur arus sungai saat itu terlihat jelas. Pohon-pohon di sempadan Kali Bekasi rebah. Air sungai meluap, melampaui tanggul. Luapan air itu membawa lumpur.
Kamis (9/1/2020) kemarin, sepekan lebih usai banjir melanda, lumpur tak kunjung lenyap dari perumahan warga PGP.
Di RW 008, yang terletak persis di sisi tanggul, lumpur masih berkedalaman sebetis orang dewasa. Becek.
Acapkali rendaman lumpur masuk ke sela-sela sepatu bot. Lantaran tak nyaman, Kompas.com berulang kali melepas sepatu untuk menumpahkan lumpur tersebut dengan jari.
Insting manusia mendorong Kompas.com mendekatkan jari itu ke arah hidung. Penyesalan pun muncul. Lumpur-lumpur itu berbau busuk.
Sampah-sampah warga juga banyak yang belum diangkut. Sepekan setelah jadi rongsokan, sampah-sampah seperti kasur, sofa, lemari, dan berbagai benda lain yang basah itu sudah berjamur dan jadi sarang bakteri.
Bau busuk menguar ke mana-mana. Belum lagi ada bangkai-bangkai hewan.
Sejumlah warga tampak kelelahan kerja bakti mendorong lumpur dengan peralatan seadanya ke selokan. Namun selokan mampet karena sudah penuh lumpur.
Baca juga: Warga Pondok Gede Permai Bekasi Keluhkan Minimnya Alat Berat Atasi Lumpur Banjir
"Tolong bantuin siramin lumpur ini saja, dong," rajuk Erlina, warga RT 001 RW 008 yang rumahnya tepat berhadapan dengan tanggul Kali Bekasi kepada wartawan yang ia kira aparat Pemerintah Kota Bekasi.