JAKARTA, KOMPAS.com - Pelebaran sungai, terutama Sungai Ciliwung, kembali diperbincangkan seiring adanya banjir yang menerjang Jakarta pada 1 Januari 2020.
Perbincangan tak luput dari dua konsep pelebaran sungai, yaitu normalisasi dan naturalisasi.
Normalisasi Ciliwung pertama kali dikerjakan pada 2013, saat Presiden Joko Widodo masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.
Normalisasi untuk melebarkan sungai dengan memasang turap beton dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi persoalan banjir Jakarta.
Proyek itu dikerjakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Pemprov DKI Jakarta.
Pemprov DKI bertugas membebaskan lahan untuk normalisasi sungai, sementara BBWSCC membangun infrastrukturnya.
Baca juga: 8 Fakta Proyek Normalisasi Ciliwung, Dimulai Zaman Jokowi hingga Mandek Era Anies
Dari panjang 33,69 kilometer Sungai Ciliwung yang melintasi Jakarta, baru 16 kilometer area yang dinormalisasi. Normalisasi dikerjakan hingga 2017.
Proyek tersebut terhenti pada 2018-2019 karena terkendala pembebasan lahan.
Saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memperkenalkan istilah naturalisasi sebagai pengganti normalisasi sungai.
Anies setuju sungai dikembalikan ke lebarnya yang asli, tetapi tidak dengan cara dipasang sheet pile (beton). Menurut dia, betonisasi pinggir sungai akan merusak ekosistem sungai.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan