JAKARTA, KOMPAS.com - Sore itu, hujan turun di sekitar Jalan Inspeksi Mookevart, Daan Mogot, Jakarta Barat, Jumat (10/1/2020) sore.
Truk sampah yang dikemudikan oleh Rukmayadi (39), terparkir rapi di pinggir kali sekitar RW 011, Kelurahan Rawa Buaya, Cengkareng.
Truk itu posisinya melintang jalan, dan menutup sebagian jalan. Namun, masih ada ruang bagi sepeda motor untuk melintas.
Sementara satu alat berat shovel berwarna kuning juga telah bersiap mengeruk sampah sisa banjir yang menumpuk di wilayah tersebut.
"Terus, kasur itu agak ditekan masuk ke dalam," ucap Yadi menginstruksikan sopir Shovel agar menekan ujung gagang yang berbentuk garpu ke dalam truk.
Baca juga: Cerita Rukmayadi, Berjibaku dengan Baunya Sampah Pasca Banjir
Di sela-sela bongkar muat sampah, Yadi mulai menceritakan bagaimana pekerjaan mengantar sampah dilakukannya secara esktra sejak banjir surut.
Terlebih aroma busuk dan munculnya hewan kecil saat sampah diangkut.
"Sudah jalan 1 minggu ini angkut sampah, soal baunya sudah biasalah kan emang kerja antar sampah. Sering juga atau biasa nemu belatung, tikus, gitu-gitu," kata Yadi.
"Bagi orang lain kan ketemu belatung gitu ya, tapi kalau saya sudah biasa," lanjut dia.
Meski harus bersinggungan langsung dengan sampah dan belatung, Yadi tak merasa risih dan tetap menjalaninya dengan tekun.
Yadi memastikan selama perjalanan tidak ada sampah yang jatuh karena masih ada sela di sisi terpal yang terbuka.
Menurut dia, bersentuhan dengan belatung hingga kaki seribu merupakan hal biasa sebagai risiko pekerjaannya.
Bersyukur tak kena banjir
Yadi mengaku tak mengeluh dengan pekerjaannya yang harus berjibaku dengan sampah setiap hari.
Pandangan negatif masyarakat kepada pemungut sampah sudah biasa bagi Yadi.