APAKAH Anda merasakan curah hujan berkurang selama beberapa hari ini? Jawabnya adalah modifikasi cuaca.
Namun, politisisasi banjir ibu kota tak kunjung berkurang, bahkan makin menggema. Apakah ini bagian dari strategi pemilu 2024?
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan, cuaca ekstrem dengan curah hujan tinggi bakal melanda Jabodetabek hingga pertengahan Januari 2020.
Sebagai upaya mengatasi cuaca ekstrem tersebut, BMKG melakukan modifikasi cuaca.
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Trihandoko Seto dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengungkapkan, modifikasi cuaca dilakukan pada bibit-bibit awan di atas lautan.
"Modifikasi cuaca menggunakan teknik menyambangi bibit-bibit awan yang baru terbentuk di atas lautan. Dengan perhitungan detail arah angin dan kecepatannya, awan-awan tebal itu dikondisikan agar turun menjadi hujan sebelum sampai di atas daratan Jabodetabek,” kata dia.
Garam ribuan kilogram ditebar di atas awan saat awan masih berada di atas lautan. Garam akan membentuk awan menjadi tebal dan hujan pun segera jatuh sebelum awan sampai di atas daratan.
Hujan yang akan jatuh di daratan adalah hujan sisa dari awan-awan itu.
Itulah kenapa di daratan Jabodetabek hujan tak terasa tinggi. Hanya sesaat, kadang gerimis yang tak terlalu lama. Gerimis yang lama juga bisa berarti bencana!
Saya mengikuti detail proses modifikasi cuaca ini. Bersama tim TMC dari BPPT dan prajurit TNI AU, saya ikut naik pesawat CN 295 TNI AU.
Para prajurit TNI AU tahu jalur lintasan yang aman karena pesawat kami harus masuk ke dalam gumpalan awan di atas Selat Sunda.
Di tengah gumpalan awan itulah tim menebarkan garam untuk memodifikasi waktu terjadinya hujan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.