Kondisi geografis itulah yang menyebabkan wilayah DKI Jakarta selalu dikontrol oleh wilayah yang lebih tinggi.
Apabila kondisi hidrologi dan lingkungan wilayah dataran tinggi tersebut seimbang, artinya air hujan dapat terserap dengan baik ke dalam tanah, maka banjir tidak akan terjadi di Jakarta.
Sebaliknya, apabila kondisi penyerapan air tidak seimbang, maka banjir jelas akan merendam Jakarta.
Faktanya, air hujan yang turun di wilayah dataran tinggi dan Jakarta tidak terserap dengan baik, sehingga air hujan langsung meluncur ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.
Akibatnya, wilayah bantaran Sungai Ciliwung kewalahan menampung air hujan dan mengakibatkan banjir.
Sementara itu, ahli geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jan Sopaheluwakan seperti dikutip Harian Kompas tanggal 18 Januari 2013 mengatakan, banjir Jakarta tak akan bisa diselesaikan dengan sistem kanal. Alasannya, geologis Jakarta berbentuk cekungan.
Selain itu, kata Sopeheluwakan, kawasan utara Jakarta yakni Ancol dan Teluk Jakarta juga mengalami pengangkatan karena proses tektonik.
Sehingga, air dari 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta tidak bisa mengalir lancar ke laut.
Air tersebut akhirnya terperangkap di cekungan besar Jakarta yang menyebabkan banjir.
Ketiga belas sungai itu adalah Kali Mookervart, Kali Angke, Kali Grogol, Kali Pesanggrahan, Kali Krukut, Kali Baru/Pasar Minggu, Kali Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jatikramat, dan Kali Cakung.
”Itu sebabnya, Teluk Jakarta tidak bisa membentuk delta, seperti Delta Mahakam di Kalimantan. Endapan kasar yang dibawa sungai-sungai mengendap di cekungan Jakarta sehingga tidak sampai ke laut dan membentuk delta,” katanya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan