JAKARTA, KOMPAS.com - Tak jauh dari Pasar Raya Glodok, Jakarta, berdiri kedai teh kecil, yaitu Pantjoran Tea House.
Pantjoran Tea House memiliki tradisi unik, yaitu memberikan teh gratis setiap hari dan siapa saja bisa menikmati teh ini sepuasnya.
Pantjoran Tea House berlokasi di Jalan Pancoran Nomor 4, Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat.
Tradisi memberikan teh gratis itu bernama Patekoan. Agus Rudy (43), staf penerima tamu Pantjoran Tea House menceritakan bahwa tradisi ini sudah ada sejak zaman Belanda, tepatnya sekitar tahun 1920-an.
Tradisi Patekoan bermula ketika Kapitan keturunan China, Gan Djie bersama istrinya selalu meletakkan delapan teko teh untuk pedagang keliling dan orang-orang yang kelelahan dan hendak menumpang berteduh.
Delapan (pat dalam bahasa Cina) teko inilah yang menjadi asal mula daerah Patekoan. Tradisi Patekoan ini memiliki makna solidaritas keberagaman antarmasyarakat.
“Tradisi ini sudah terkenal di Glodok dan pencetusnya itu kapitan Gan Djie. Pat itu delapan, teko itu artinya teko. Gan Djie membagikan teh gratis ini di depan kantornya. Waktu zaman Belanda, teh ini dapat diminum siapa saja, dari buruh, masyarakat, bahkan orang Belanda,” kata Agus Rudy ketika ditemui Kompas.com di Pantjoran Tea House, Jumat (17/1/2020).
Setiap harinya, tradisi Patekoan menyajikan delapan teko berisi teh hijau penuh dari pukul 08.00 – 19.00 WIB.
Dalam sehari, Pantjoran Tea House menyetok 2-3 kotak teh hijau dan mengisi teko hingga lima kali dalam sehari untuk tradisi Patekoan ini.
Berdasarkan pantauan Kompas.com di lokasi, terdapat meja panjang di depan Pantjoran Tea House.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.