JAKARTA, KOMPAS.com - Belakangan, koteka atau pakaian adat untuk pria khas dari Papua kembali ramai diperbincangkan.
Setelah dua orang aktivis Papua yang menjadi terdakwa di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggunakan koteka di ruang sidang.
Pakaian keduanya justru mendapat teguran hakim.
Para aktivis memprotes teguran yang terkesan diskriminatif itu sampai membuat Humas PN Jakarta Pusat memberikan klarifikasi.
Lalu, seperti apa sebenarnya penggunaan koteka bagi masyarakat Papua?
Sejumlah pemberitaan Harian Kompas mencatat, koteka sebenarnya bukan nama asli yang diberikan dari baju adat Papua tersebut.
Di Suku Dani, tempat koteka masih eksis digunakan, koteka disebut dengan nama Holim. Kaum pria biasanya menggunakan holim yang terbuat dari kulit labu air tersebut.
Holim dibuat dengan kulit labu yang dikeringkan lalu menjadi sarung untuk penis lelaki suku Dani.
Bukan kali pertama holim atau koteka tersebut diributkan di kanca nasional.
Pada tahun 1970, pernah ada operasi koteka yang dilakukan pemerintah Papua setempat untuk mengganti koteka dengan celana pendek.
Akan tetapi, koteka hingga kini bisa eksis di tengah-tengah masyarakat karena dipercaya sebagai salah satu budaya peninggalan nenek moyang orang Papua.
Enam aktivis Papua yang menjadi terdakwa kasus makar menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/1/2020).
Dua di antaranya tetap menggunakan koteka meski sempat ditegur hakim majelis hakim pekan lalu.
Adapun yang kala itu mengenakan pakaian koteka adalah Anes Tabuni dan Ambrosius Mulait. Mereka juga mengenakan mahkota khas adat Papua di kepala mereka.
Saat duduk di kursi ruang persidangan, para aktivis ini juga sempat bernyanyi bersama. Mereka menyanyikan lagu adat Papua dengan judul "Hidang Makhendang".
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Makmur sebelumnya menanggapi pernyataan beberapa aktivis Papua yang merasa terdiskriminasi terkait teguran majelis hakim karena penggunaan koteka saat persidangan di PN Jakpus.
Makmur mengatakan, teguran majelis hakim itu tidak berniat untuk mendeskriminasikan mereka.
"Kami sama sekali tidak berniat menunjukkan sikap yang mengarah kepada diskriminasi atau pengucilan terhadap adat istiadat dari teman-teman di Papua," ujar Makmur di PN Jakpus.
Makmur mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan beberapa pimpinan Pengadilan Negeri Jayapura terkait pemakaian koteka saat persidangan.
Menurut pimpinan pengadilan di Jayapura, belum pernah ada terdakwa yang menggununakan koteka .
"Pada prinsipnya penjelasan resmi dari pengadilan yang dimintai pendapatnya tersebut menyatakan bahwa di Papua sendiri tidak pernah ada kejadian terdakwa menghadap ke persidangan dengan menggunakan pakaian dalam bentuk koteka," kata dia.
Makmur mengatakan, menurut informasi dari pengadilan di Jayapura, biasanya koteka itu dikenakan hanya dalam upacara-upacara adat.
Makmur menambahkan, terkait perizinan mengenakan pakaian koteka saat persidangan, ia menyerahkan ke majelis hakim yang memimpin persidangan.
"Untuk selanjutnya kebetulan hari ini sidang, apakah persoalannya majelis hakim tetap mempersilakan yang bersangkutan untuk menggunakan koteka di luar persidangan atau majelis hakim bersikap lain untuk tidak memperkenankan yang bersangkutan untuk menggunakan pakaian koteka. Itu adalah kewenangan sepenuhnya dari ketua majelisnya," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.