Dua mami tersebut memiliki dua karyawan berinisial A dan E yang bertugas mengawasi kegiatan anak-anak.
Harusnya anak-anak itu kabur saja, kan?
Sayangnya, tidak bisa.
Para korban eksploitasi seksual tersebut tidak dapat melarikan diri dari penampungan karena mereka harus membayar denda senilai Rp 1,5 juta.
Padahal, mereka hidup tanpa penghasilan di penampungan.
Mereka dieksploitasi secara seksual dengan bayaran Rp 150.000 setiap kali melayani seorang pria hidung belang.
Nantinya, uang senilai Rp 90.000 diserahkan kepada mami. Sementara itu, uang senilai Rp 60.000 menjadi uang penghasilan korban.
Baca juga: Lokasi Eksploitasi Anak di Penjaringan Diduga Muncul Setelah Kalijodo Dibongkar
Bahkan, mami menerapkan aturan bahwa setiap anak harus melayani 10 pria setiap hari.
Kalau tidak sampai 10 orang?
Kalau setiap anak tak sampai melayani 10 lelaki hidung belang, mereka bisa kena denda Rp 50.000 per hari.
Duh, kenapa ya mereka tidak lapor polisi atau keluarga?
Selama tinggal di penampungan, para korban tidak memiliki ponsel sehingga tidak dapat berhubungan dengan orang-orang di luar tempat penampungan.
Semua ponselnya disita sehingga sama sekali tidak bisa terhubung dengan dunia luar.
Baca juga: Anak-anak Korban Eksploitasi Seksual di Penjaringan Diberi Pil Agar Tak Menstruasi
Mengapa praktik eksploitasi anak bisa berkembang?
Polisi menduga praktik eksploitasi anak di Penjaringan itu bisa meraup keuntungan hingga Rp 2 miliar setiap bulan.