JAKARTA, KOMPAS.com - Perebutan kursi wakil gubernur DKI Jakarta bisa dikatakan sebagai derbi antara kedua partai yang mengusung pasangan Anies-Sandi pada Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.
Adalah Gerindra dan PKS, yang mengusung pasangan pemenang Pilkada tersebut.
Kedua partai kini saling bersinggungan setelah kursi wakil gubernur DKI Jakarta ditinggal Sandiaga Uno pada 10 Agustus 2018 lalu.
Gerindra mengusung Riza Patria sementara PKS mengusung Nurmansjah Lubis sebagai calon wagub DKI Jakarta.
Baca juga: Ribet Banget Drama Gerindra dan PKS Pilih Wagub DKI
Padahal, sebelumnya, PKS dan Gerindra adalah dua partai yang solid. Gerindra bahkan pernah memberikan porsi cawagub kepada PKS yang mengusung dua kadernya sebagai calon. Namun, dua nama itu mentok di DPRD DKI Jakarta.
Pada masa pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017 lalu, Anies dan Sandi hanya didukung kedua partai ini, sedangkan partai lainnya mengusung calon berbeda.
Kini kedua partai dihadapkan dengan pilihan, siapa yang akan mengisi kursi kosong tersebut hingga saling berebut tak ada yang mau mengalah.
Dalam peraturan perundang-undangan juga disebut pengajuan calon pengganti wakil gubernur DKI Jakarta yang sudah mundur ditentukan oleh partai pengusung dalam pemilu.
Kedua partai ini yang kemudian memiliki hak untuk mengajukan nama pengganti wagub DKI.
Jika hal tersebut tidak berubah, ada kemungkinan peta koalisi masih sama, minim didukung oleh oposisi.
Gerindra dan PKS hanya memiliki 35 kursi dari jumlah 106 kursi di DPRD DKI Jakarta.
Baca juga: Utak-atik Calon Wagub DKI Jakarta, Sampai Kapan Anies Menjomblo?
Kursi tersebut jauh dari cukup untuk menentukan siapa yang akan terpilih mengisi kursi kosong tersebut karena Tata Tertib (Tatib) pemilihan.
Tata tertib pemilihan yang dibuat oleh Pansus DPRD DKI Jakarta memberikan syarat harus ada lebih dari 50 persen + 1 anggota dewan yang hadir dalam rapat pemilihan wagub DKI Jakarta yang baru itu.
Jika tidak, rapat pemilihan harus ditunda sampai peserta memenuhi kuorum yang sudah diatur.
Mau tidak mau, Gerindra dan PKS wajib melibatkan fraksi lain dalam pemilihan wagub DKI Jakarta.
Baca juga: Peluang Jadi Wagub DKI Kian Mengecil, PKS Mengaku Legawa
Ketika fraksi lain hadir, peta politik koalisi dua partai "sejoli" yang tak terpisahkan masa Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019 ini agaknya sulit untuk bisa tetap stabil.
Pengamat politik dari Charta Politica Yunarto Wijaya mengatakan, pergeseran besar-besaran peta politik di DKI Jakarta terjadi setelah peta politik nasional mengalami goncangan dahsyat dengan bergabungnya Gerindra ke Pemerintahan Jokowi.
"Kita lihat partai-partai kita, semua keputusannya diambil oleh pimpinan partai mereka," kata dia saat dihubungi Kompas.com.