Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator seni

Kurator seni, esais isu-isu sosial budaya, aktivis, dan seorang guru. Kontak: asriniwidjanarko@gmail.com

Suara Solidaritas Sosial dari Bintaro Design District

Kompas.com - 22/01/2020, 19:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AWAL tahun 2020 di Indonesia disambut dengan tragedi banjir di tiga provinsi, DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Di Tanah Air juga terjadi krisis Natuna dan klaim sepihak negara China terhadap Laut Natuna, yang merupakan wilayah zona eksklusif ekonomi NKRI.

Secara global, dunia kembali membuka kotak pandoranya: ancaman perang berskala masif yang akan merembet keseluruh pelosok jagat, bermula dari krisis di Timur Tengah yang dipicu oleh Amerika Serikat di Iran dan Irak. Dampaknya, resesi ekonomi dunia diambang pintu pada 2020 ini.

Banjir, yang sebagian dampak dari pemanasan global dan anomali musim juga akibat kesembronoan tangan-tangan para penguasa politik dan warga yang tak menjaga lingkungan alam.

Apalagi, ancaman perang dan saling klaim teritori sebuah negara, tentu manusialah semata-mata yang wajib bertanggungjawab. Kita kembali menoleh ke dalam diri: masihkah ada kesempatan berbuat sesuatu?

Buku laris dunia berjudul Sapiens: A Brief History of Humankind (2011), dari sejarawan Yoval Noah Harari, dengan nada skeptis dalam 500 lebih halaman bukunya mengakhiri prediksi tentang akhir paradaban sapiens, sang manusia, karena karakter narsisnya dan keserakahan diri dalam puncak ilmunya: sains dan teknologi, yang justru memusnahkan rasnya sendiri.

Genang, Instalasi Taman Kota, 2019, Adria Yurike ArchitectsBintaro Design District 2019 Genang, Instalasi Taman Kota, 2019, Adria Yurike Architects
Sayup-sayup, di area Bintaro, Jakarta Selatan akhir 2019 lalu ada pesan optimistik dari kalangan pekerja kreatif, arsitek, seni dan para desainer.

Mereka, akhir November sampai awal Desember lalu menyeru tentang perlunya kita bergandeng-tangan, berpikir inklusif dan berbuat simpatik pada sesama dan alam.

Para “sutradara” ajang peristiwa Bintaro Design District 2019 (BDD 2019) yang memasuki tahun ke-2 ini, degan para kurator, mengusung tema Inclusivity.

Diartikan secara cair adalah keterbukaan untuk berperan, sebagai semacam kemungkinan untuk berbagi, mengembalikan fitrah para pekerja kreatif yang lebih manusiawi.

Inklusivitas, kata dalam bahasa Indonesia bisa ditafsirkan sebagai kehendak untuk merangkul yang tak mampu, yang lemah dalam segala aspek kehidupan.

Salah seorang kurator, Budi Pradono yang juga dari BPA Architect memaparkan, mereka para pelaku usaha kecil di sekitar kita, kemudian yang cacat secara fisik, teralienasi secara struktural di masyarakat, yang mungkin kurang mengenal pentingnya desain yang lebih baik.

Maka, kata Budi, sudah semestinya tugas para desainer adalah untuk meningkatkan sensitivitas lingkungan sekitar dengan memperkenalkan, bahkan memformulasikan solusi desain.

"Tentunya dengan prinsip-prinsip mutual kolaboratif yang memberi nilai lebih pada kehidupan sosial,“ kata Budi Pradono. Kata-kata Budi tersebut, memberi visi desain yang membumi.

Fabrics, Instalasi Taman Kota, 2019, LABWRKS, CREAVOLOGY, MAQS ILLUMINATION

Bintaro Design District 2019 Fabrics, Instalasi Taman Kota, 2019, LABWRKS, CREAVOLOGY, MAQS ILLUMINATION
Desain adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, lewat kerja-kerja kolaboratif yang responsif terhadap lingkungan, seperti kondisi taman-taman, jembatan, gardu jaga, warung-warung, penjahit tradisional, pasar, tanda-tanda kota, atau street furniture yang memerlukan sentuhan desain atau bentuk dan metoda lain untuk bisa berbagi nilai-nilai bersama.

Disabilitas, Warkop, hingga Motor Antikebakaran

Ajang BBD 2019 di Bintaro memberi warna lain, tatkala melibatkan instalasi bagi kaum disabilitas dari Studio Arsitektropis. Instalasi dibangun di sebuah lahan sekolah oleh Yayasan Sayap Ibu, Serge Ferrari, Sandei Blinds yang memampukan anak-anak untuk bisa bersekolah.

Instalasi Diffable, Instalasi Penyandang Cacat, 2019, Yayasan Sayap Ibu Bintaro, Studio Arsitektropis, Serge Ferrari, Sandei Blinds.
Bintaro Design District 2019 Instalasi Diffable, Instalasi Penyandang Cacat, 2019, Yayasan Sayap Ibu Bintaro, Studio Arsitektropis, Serge Ferrari, Sandei Blinds.

Penempatan gerbang di fasilitas ini, ditata sedemikian rupa menggambarkan program ruang yang dibutuhkan oleh anak-anak disabilitas.

Terutama terkait dengan standar ukuran kelas dan akses yang menghubungkan kelas dan toilet terdapat semacam partisi dengan bentuk melengkung, dengan maksud tiap sudut ruangan memiliki bentuk melengkung pula, mengurangi risiko anak-anak disabilitas terluka karena sudut tajam.

Di lokasi tertentu, ada permainan tentang warna, mewakili emosi dan ekspresi anak-anak dalam menjalani kehidupan lebih natural, membelajarkan sejak dini relasi antara anak-anak, alam dan masyarakat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perempuan di Jaksel Gantung Diri Sambil Live Instagram

Perempuan di Jaksel Gantung Diri Sambil Live Instagram

Megapolitan
Alibi Pejabat Dishub DKI Pakai Mobil Dinas ke Puncak: Jenguk Teman yang Sakit

Alibi Pejabat Dishub DKI Pakai Mobil Dinas ke Puncak: Jenguk Teman yang Sakit

Megapolitan
Pejabat Dishub DKI Dicopot Usai Pakai Mobil Dinas ke Puncak dan Buang Sampah Sembarangan

Pejabat Dishub DKI Dicopot Usai Pakai Mobil Dinas ke Puncak dan Buang Sampah Sembarangan

Megapolitan
Cerita Porter Berusia 73 Tahun di Terminal Kampung Rambutan: Kadang Makan Nasi Cabai Saja...

Cerita Porter Berusia 73 Tahun di Terminal Kampung Rambutan: Kadang Makan Nasi Cabai Saja...

Megapolitan
Heru Budi Pastikan ASN Pemprov DKI Bolos Usai Libur Lebaran Akan Disanksi Tegas

Heru Budi Pastikan ASN Pemprov DKI Bolos Usai Libur Lebaran Akan Disanksi Tegas

Megapolitan
Heru Budi: Pemprov DKI Tak Ada WFH, Kan Sudah 10 Hari Libur...

Heru Budi: Pemprov DKI Tak Ada WFH, Kan Sudah 10 Hari Libur...

Megapolitan
Mulai Bekerja Usai Cuti Lebaran, ASN Pemprov DKI: Enggak Ada WFH

Mulai Bekerja Usai Cuti Lebaran, ASN Pemprov DKI: Enggak Ada WFH

Megapolitan
Suami di Jaksel Terjerat Lingkaran Setan Judi 'Online' dan Pinjol, Istri Dianiaya lalu Ditinggal Kabur

Suami di Jaksel Terjerat Lingkaran Setan Judi "Online" dan Pinjol, Istri Dianiaya lalu Ditinggal Kabur

Megapolitan
Jalan Gatot Subroto-Pancoran Mulai Ramai Kendaraan, tapi Masih Lancar

Jalan Gatot Subroto-Pancoran Mulai Ramai Kendaraan, tapi Masih Lancar

Megapolitan
KRL Jabodetabek Gangguan di Manggarai, Rute Bogor-Jakarta Terhambat

KRL Jabodetabek Gangguan di Manggarai, Rute Bogor-Jakarta Terhambat

Megapolitan
Menikmati Hari Libur Terakhir Lebaran di Ancol Sebelum Masuk Kerja

Menikmati Hari Libur Terakhir Lebaran di Ancol Sebelum Masuk Kerja

Megapolitan
Jalan Sudirman-Thamrin Mulai Ramai Kendaraan Bermotor, tapi Masih Lancar

Jalan Sudirman-Thamrin Mulai Ramai Kendaraan Bermotor, tapi Masih Lancar

Megapolitan
KRL Jabodetabek Mulai Dipadati Penumpang, Sampai Berebut Saat Naik dan Turun

KRL Jabodetabek Mulai Dipadati Penumpang, Sampai Berebut Saat Naik dan Turun

Megapolitan
Pemudik Keluhkan Sulit Cari 'Rest Area', padahal Fisik Kelelahan akibat Berkendara Berjam-jam

Pemudik Keluhkan Sulit Cari "Rest Area", padahal Fisik Kelelahan akibat Berkendara Berjam-jam

Megapolitan
Cerita Pemudik Kembali ke Jakarta Saat Puncak Arus Balik: 25 Jam di Jalan Bikin Betis Pegal

Cerita Pemudik Kembali ke Jakarta Saat Puncak Arus Balik: 25 Jam di Jalan Bikin Betis Pegal

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com