Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak Ada Izin Revitalisasi Monas, Ini Tahapan yang Tak Dilakukan Pemprov DKI

Kompas.com - 23/01/2020, 09:30 WIB
Sherly Puspita,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Revitalisasi kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, yang tengah dilakukan Pemprov DKI Jakarta menuai kontroversi.

Revitalisasi tersebut dilakukan tanpa mengantongi izin dari Komisi Pengarah dan melewati tahapan-tahapan yang telah diatur.

Sekretaris Utama Kemensetneg Setya Utama menyebutkan, keberadaan Komisi Pengarah ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

Adapun Komisi Pengarah terdiri dari gabungan tujuh instansi. Menteri Sekretaris Negara Pratikno menjabat sebagai ketuanya dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai sekretaris.

Baca juga: Gaduh Revitalisasi Monas: Pohon Ditebang hingga Kontraktor Diragukan

Setya menambahkan, sebelum revitalisasi dilakukan, seharusnya Pemprov DKI mengajukan izin terlebih dahulu kepada Komisi Pengawas untuk selanjutnya dilalukan pembahasan.

"Nah, tugas pengarah itu memberikan pendapat dan pengarahan terhadap Badan Pelaksana. Tugasnya memberikan persetujuan terhadap perencanaan beserta pembiayaan pembangunan Taman Medan Merdeka. Kemudian melakukan pengendalian," ujar Setya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (23/1/2020).

Setelah permohonan izin diajukan, lanjut Satya, setiap anggota Komisi Pengawas akan memberikan masukannya.

Terkait revitalisasi Monas, berbagai kementerian dan lembaga semestinya memberi pendapat.

"Jadi ini pendapat kolektif ya. Karena kan dalam Komisi Pengarah semua sektor ada di sana ya, PU ada, Kementerian Lingkungan Hidup, jadi terkait penebangan pohon harusnya lingkungan hidup, iya kan," kata dia.

"Terkait historikal dari Monas, harusnya ada LSP-P3 dan Kebudayaan, akses transportasi ada Kementerian Perhubungan di sana, ada Kementerian Pariwisata juga dari sisi itu," lanjutnya.

Baca juga: Fakta Baru Revitalisasi Monas: Diminta Dihentikan karena Tak Berizin hingga Pohon Menghilang

Jika tahapan ini telah dilalui dan semua anggota setuju dengan rencana revitalisasi, maka surat izin baru dapat diterbitkan.

Menurut Setya, izin pelaksanaan tersebut biasanya akan disertai dengan rekomendasi dan persyaratan tertentu dari masing-masing anggota Komisi Pengarah.

Sayangnya, revitalisasi Monas yang kini tengah dikerjakan Pemprov DKI tak melalui tahapan-tahapan tersebut.

"Jadi Komisi Pengarah ini enggak tahu kalau tiba-tiba kemudian dilaksanakan (revitalisasi) itu enggak tahu. Kemudian rame, tiba-tiba rame di media bahwa sudah mulai pelaksanaan, sudah mulai penebangan pohon, Komisi Pengarah tidak tahu," sebut Setya.

Terkait revitalisasi Monas yang sudah mulai dikerjakan meski belum mengantongi izin, Setya menyebut hal tersebut akan dibicarakan lebih lanjut di internal Komisi Pengarah.

Baca juga: Tebang Pohon demi Revitalisasi Monas, Pemprov DKI Dinilai Hanya Mementingkan Beautifikasi

Komisi D DPRD DKI Jakarta telah memanggil Dinas Cipta Karya untuk meminta penjelasan soal revitalisasi kawasan Monas dalam rapat pada Rabu (22/1/2020).

Dalam rapat itu, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah meminta revitalisasi Monas dihentikan sementara.

Alasannya, Pemprov DKI Jakarta belum mengantongi izin dari Kemensetneg.

Sementara itu, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yusmada Faizal dan Kepala Dinas Cipta Karya Heru Hermawanto secara implisit mengakui bahwa Pemprov DKI belum mengajukan izin ke Kemensetneg.

Yusmada mengatakan, Pemprov DKI memiliki hak pengelolaan kawasan Monas. Hal itulah yang mendasari revitalisasi Monas.

Selain itu, kata Yusmada, revitalisasi Monas dimulai dengan sayembara desain. Salah satu panitia sayembara itu berasal dari Kemensetneg.

Baca juga: 205 Pohon di Monas yang Akan Dipindahkan Menghilang, Ada di Mana?

Meskipun demikian, Pemprov DKI akan mengecek terlebih dahulu apakah harus mengajukan izin ke Kemensetneg untuk merevitalisasi Monas.

"Aturannya seperti apa, nanti akan diperjelas. Apakah setiap kegiatan Monas harus izin, saya cari tahu dulu," tutur Yusmada dalam rapat bersama Komisi D.

Sementara itu, Heru berujar, Keppres Nomor 25 Tahun 1995 tidak mengatur soal izin kepada Kemensetneg.

Dalam keppres itu, Kemensetneg berperan sebagai Komisi Pengarah yang bertugas memberikan pendapat, arahan, dan menyetujui rencana pembangunan kawasan Monas yang disusun oleh badan pelaksana. Badan pelaksana dipimpin oleh Gubernur DKI Jakarta.

"Sebenarnya di dalam keppres itu enggak disebut dengan izin bahasanya, karena sebenarnya itu harusnya ada mekanisme kerja, di situ kan disebut pembentukan badan. Pengarah sifatnya memberikan pertimbangan, arahan," kata Heru.

Meskipun demikian, Heru menyatakan akan mencermati keppres tersebut.

Bila aturan itu memang mengharuskan Pemprov DKI mengajukan izin kepada Kemensetneg, Pemprov DKI akan melakukannya.

"Nanti kalau memang harus kami lengkapi, kami lengkapi semuanya," ucapnya. Heru juga akan melaporkan permintaan DPRD soal moratorium revitalisasi Monas kepada Gubernur DKI Anies Baswedan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Megapolitan
Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Megapolitan
Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh 'Pelanggannya' karena Sakit Hati

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh "Pelanggannya" karena Sakit Hati

Megapolitan
12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

Megapolitan
Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Megapolitan
Warga Serpong Curhat soal Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Warga Serpong Curhat soal Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Megapolitan
Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Megapolitan
Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Megapolitan
Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Megapolitan
Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com