JAKARTA, KOMPAS.com - Sejarawan JJ Rizal mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta salah paham jika hendak merevitalisasi Monas dengan cara penebangan pohon dan membuat kawasan Monas sangat terbuka untuk berbagai kegiatan.
"Salah paham misalnya begini. Monas itu ruang sakral, jadi di samping keramaian (kota Jakarta), kita perlu kesunyian untuk merenung," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Kamis (23/1/2020).
JJ Rizal menjelaskan, Soekarno membuat kawasan Monas sebagai pusat ketenangan kota di mana setiap pengunjung bisa belajar tentang Indonesia di Monas.
Monas itu sebagai senter, kata dia, pusat dari jiwa nasional Indonesia di mana di dalam Monas bisa dilihat bagaimana perjalanan Indonesia terbentuk.
Baca juga: Sejarah Monas, Lahir dari Ide Warga Biasa dan Dikerjakan Pekerja Jepang
"Karena itu Monas itu dibayangkan menjadi ruang orang bisa masuk belajar menjadi orang Indonesia," kata dia.
Namun saat ini, kata Rizal, makna dari sebuah kawasan Monumen Nasional bergeser menjadi ruang publik tanpa makna dan sebatas menjadi tempat rekreasi.
"Segala kepentingan bisa masuk, mulai dari zikir bersama, ultah TNI, perayaan natal, kampanye produk biskuit bisa di situ. Itu menurut saya, salah paham," kata dia.
Rizal mengatakan, saat ini masyarakat Indonesia hanya mengerti Monas sekadar bangunan yang menjulang tinggi, tanpa ada makna apapun.
Baca juga: 205 Pohon di Monas yang Akan Dipindahkan Menghilang, Ada di Mana?
Tidak sedikit, kata dia, orang-orang Indonesia tidak tahu ada sebuah museum diorama perjuangan kemerdekaan Indonesia di bawah bangunan Monas.
"Bung Karno pernah bilang, 'kalau kamu masuk (ke Monas) kamu langsung menuju ke ruang bawah tanahnya, karena di situ ada Museum Monumen Nasional di mana ada diorama, dan di sana kita bisa lihat apa itu Indonesia'," tutur Rizal.