TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Tak ada yang istimewa dari salah satu bangunan rumah toko (ruko) yang berlokasi di Kawasan BSD Serpong, Tangerang Selatan.
Hanya ada satu papan merah berukir yang kondisinya telah usang. Papan itu memiliki aksara berkelir emas dengan tulisan "Museum Pustaka Peranakan Tionghoa".
Selangkah saat melewati papan tersebut untuk masuk, terdapat pemandangan kuno lain yang terpampang pada dalam jendela ruko seperti adanya papan nama beraksara mandarin.
Baca juga: Masyarakat China dan Sumbangsih pada Bahasa di Indonesia
Begitu di dalam ruangan, tampak tumpukan buku-buku hingga majalah serta komik yang memiliki aksara serupa.
Pandangan yang semula melihat museum sederhana biasa seakan sirna, menjadi istimewa.
Saat ditemui ditemui Kompas.com Rabu (22/1/2020), pemilik museum Azmi Abubakar mengatakan bahwa seluruh buku, masajalah, komik, serta foto-foto yang menggambarkan sejarah Tionghoa telah dikumpulknya sejak 1999 lalu.
Saat ini, sedikitnya sudah ada 40.000 literatur yang mengenai sejarah Tionghoa di Indonesia.
"Museum ini saya buka tahun 2011, setelah saya kumpulkan dokumen sejak tahun 1999. Saat ini ada sekitar 40.000 literatur," kata Azmi.
Baca juga: Sejarah Bangunan Tionghoa Tertua di Jakarta
Pengumpulan dokumen sejarah Tionghoa ini tak lepas dari kerusuhan etnis di Jakarta pada tahun 1998.
Saat itu Azmi yang merupakan aktivis bagaimana kejadian menyedihkan menimpa keluarga Tionghoa.
Pascakerusuhan itulah, Azmi niat mengumpulkan literatur sejarah untuk mengingatkan bangsa tentang keberadaan etnis Tionghoa yang tidak sedikit jasanya.
Baca juga: Kali Angke dan Tragedi Pembantaian Etnis Tionghoa oleh Belanda
"Awalnya saya ingin mencari tau apa sih alasan sehingga masyarakat begitu liar pada saat itu. Setelah saya merenung ternyata saya nilai itu akibat minimnya informasi," ucapnya.
Begitu banyak dokumen yang menceritakan sejarah Tionghoa untuk Indonesia berada di museum milik pria kelahiran Aceh ini.
Tahun penerbitan pun kian beragam, mulai 1800 hingga 1990-an. Tentu literatur tersebut didominasi mengenai Tionghoa.
Azmi mencontohkan, salah satu yang sampai saat ini tak banyak orang yang tau adalah mengenai sosok Laksamana Jhon Lie, pahlawan Indonesia keturunan Tionghoa yang mengabdi sebagai angkatan laut.
Baca juga: Mengenang Gus Dur...Ulama yang Mengaku Berdarah Tionghoa
"Kemudian ada nama Kapiten Sepanjang, Tjou Bou San, Kwee Kek Hek nama-nama itu tidak masuk dalam sekolah. Kenapa guru-guru sejarah dari SD sampai SMA tidak pernah menyinggung nama-nama tersebut?" ungkapnya.
Selain soal pejuang keturunan Tionghoa, hal menarik lainnya juga terpampang dalam pojok kiri museum tersebut.
Sebuah papan kayu hitam dengan tulisan mandarin. Papan itu merupakan tanda pengenal sekolah swasta modern pertama di Batavia, bahkan Hinda Belanda yang didirikan oleh Tiong Hoa Hwee Kwan.
Tiong Hoa Hwee Kwan merupakan sebuah organisasi beberapa tokoh keturunan China di Batavia pada tahun 1900-an.
Di samping papan tersebut terdapat foto dengan sejumlah tokoh dengan latar belakang tanda pengenalnya yang saat ini ada di museum.
"Satu-satunya itu. Bahkan menjadi perhatian Tionghoa sendiri kalau saat berkunjung ke sini," ucapnya.
Saat ini museum milik Azmi mulai banyak dikunjungi. Bukan saja keturunan Tionghoa, juga pribumi dengan berbagai keperluannya.
"Kenapa saya buat museum di Serpong ini? Karena memang Tangerang tak lepas dari Tionghoa. Benteng misalnya. Tapi terlpas itu ini untuk menjaga menjaga kebhinekaan. Jangan asal menyebut bhinneka tapi tak ada pergerakan," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.