Bauran sejenis itu ialah nyawa TPU ini. Wanda bilang, ada tiga kepercayaan yang membaur saat masa ziarah kubur waktu Imlek, yakni Buddha, Kristiani, dan Konghucu.
Baca juga: Mengenal Sejarah di Museum Pustaka Peranakan Tionghoa
Umat Buddha rata-rata ziarah di hari Imlek, kata dia. Ada rumah kecil untuk persembahan serta tong kecil buat membakar replika harta.
Umat Kristiani lain lagi. Lebih ringkas, mereka berlutut di sekitar makam pada hari Minggu, menabur aneka bunga, kemudian pulang.
Umat Konghucu sering kali tak ziarah waktu Imlek. Hanya saat Ceng Beng dan Agustus nanti.
Satu yang luput dari memori Wanda, kapan terakhir makam ini menerima jasad. Pokoknya, TPU Penggilingan Baru sudah penuh. Tidak muat lagi menyimpan mayat.
Baca juga: Sejarah Bangunan Tionghoa Tertua di Jakarta
"Kecuali (jasad) bisa pada diangkut nih, dibawa ke Marunda buat dikremasi, baru bisa (ada lahan kosong lagi)," kata dia.
Saking penuh, segelintir makam mesti mengambil lokasi di bantaran Kali Bekasi. Banjir hebat pada tahun baru 2020 lalu memaksa beberapa makam angkat kaki. Rusak. Longsor.
"Jenazahnya enggak hanyut. Sudah dibawa buat dikremasi," ucap Wanda di atas makam yang telah jebol, seraya menudingkan telunjuk ke arah makam-makam yang hingga kini masih terbenam lumpur, diselimuti sampah-sampah plastik bekas banjir.
Pekuburan ini tak mau tahu siapa penghuninya, makam kaya-miskin berdampingan, pusara tiga agama bertetangga. Laiknya udara, bumi sama-sama tak pilih kasih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.